RT - readtimes.id

Menakar Efektivitas Aset DKI untuk Danai Ibu Kota Baru

Readtimes.id—Aset DKI Jakarta digadang-gadang akan mendanai proyek pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru di Kalimantan Timur. Total nilai aset tersebut berupa bangunan dan tanah pada sekitar Rp 1.000 triliun atau Rp 1 kuadliriun. Efektifkah penggunaan aset ini untuk mendanai IKN baru?

Presiden Joko Widodo  menerangkan pembangunan IKN baru membutuhkan biaya US$ 35 miliar atau sekitar Rp 502 triliun. Total aset negara pada tahun lalu mencapai Rp 11.098,67 triliun. Nilai itu naik 6,02 persen jika dibandingkan dengan tahun 2019 yang sebesar Rp 10.467,53 triliun.

Direktur Barang Milik Negara Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Encep Sudarwan menjelaskan rencana tersebut untuk mengoptimalkan pembangunan IKN.

“Karena aset di Jakarta mau ditinggalkan, maka itu akan kami optimalkan supaya bisa mendapatkan dana untuk pembangunan di IKN baru,” kata Encep melalui keterangan resmi, Jumat (26/11).

Meski demikian aset-aset tersebut tidak harus dijual, namun bisa juga disewakan kemudian keuntungannya dialihkan untuk pendanaan pembangunan ibu kota baru. Pemerintah pun telah memilah-milah beberapa aset yang rencananya akan diuangkan tersebut.

“Tapi kami tidak fire sale, kami tidak buru-buru. Nanti harganya rendah. Kami juga tidak mau mengganggu pasar, kami akan lihat optimalisasinya seperti apa, jelas Encep.

Encep menegaskan, pengelolaan Barang Milik Negara (BMN) sangat penting dilakukan karena sejumlah alasan. Di antaranya yaitu fokus pemerintah saat ini pada pembangunan sektor infrastruktur seperti Proyek Strategis Nasional yang pembangunannya membutuhkan BMN.

Kemudian adanya penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari pemanfaatan BMN. BMN sebagai penentu quality spending (belanja pemeliharaan dan belanja modal), salah satu sumber pembiayaan APBN (BMN sebagai underlying penerbitan sukuk), dan salah satu sumber pendanaan IKN.

“DJKN akan terus berupaya meningkatkan kualitas pengelolaan BMN sehingga manfaat BMN menjadi lebih optimal dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran bangsa,” terang Encep.

DJKN juga terus berupaya mengamankan BMN, yakni dengan sertifikasi aset berupa tanah dan asuransi aset berupa bangunan dan gedung.

Meski demikian, ekonom Institue for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira merasa pesimis bahwa pengelolaan aset milik negara tersebut bisa menghasilkan PNBP yang besar dalam waktu dekat ini.

Pasalnya, aset-aset tersebut harus diinventarisasi ulang dan dihitung kembali nilai-nilainya. Ketika nantinya harganya menurun, besar kemungkinan pemerintah harus menambah lagi daftar aset yang akan diuangkan. Selain itu, swasta akan cenderung memilih gedung baru ketimbang menyewa bangunan-bangunan lama milik pemerintah.

“Aset-aset tersebut menurut saya akan mengalami penyusutan, terutama dari nilai bangunannya. Jadi pihak swasta pasti lebih milih gedung lain yang lebih layak. Dari segi faktor risiko dan aspek safety juga swasta akan cenderung mencari bangunan baru,” ujar Bhima. 

Dibanding hanya mengandalkan aset DKI, Bhima menyarankan pemerintah untuk lebih kreatif dalam membangun ibu kota, misalnya menggandeng swasta dengan skema Kerja Sama Pemerintah Badan Usaha (KPBU).

Bhima mengatakan pembangunan berpotensi molor jika hanya mengandalkan pengelolaan aset, karena dari segi pendanaan pemerintah harus menunggu pihak swasta yang mau menyewa atau menukar aset-aset tersebut.

“Di samping nilainya tidak akan terlalu tinggi. Kontribusi APBN dari PNBP juga tidak akan terlalu besar dan prosesnya mungkin butuh waktu yang cukup lama juga,” tutupnya.

I Luh Devi Sania

Tambahkan Komentar

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: