Readtimes.id—Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) akan berlaku pada Maret 2022 mendatang. Jaminan ini berupa pemberian bantuan kepada buruh yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) berupa uang tunai, akses informasi pasar kerja, dan pelatihan kerja. Kendati demikian, kepada siapa pendanaan program ini dibebankan dan seperti apa skemanya?
Meski menambah manfaat, pemerintah menjamin tidak akan mengubah besaran iuran BP Jamsostek seperti yang dikhawatirkan banyak orang. Iuran JKP ini berasal dari pemerintah dan rekomposisi iuran.
Berdasarkan draft RPP, besaran iuran JKP sebesar 0,46% dari upah. Pemerintah akan membayarkan sebesar 0,22% dari upah per bulan dengan maksimal besaran upah Rp 5 juta per bulan.
Sementara itu untuk iuran jaminan kecelakaan kerja (JKK) akan di rekomposisi sebesar 0,14% dari upah. Sehingga akan terdapat perubahan pada iuran JKK berdasarkan tingkat risiko.
Iuran untuk tingkat risiko sangat rendah sebesar 0,1% dari dari upah sebulan, risiko rendah 0,4 dari upah sebulan, risiko sedang 0,75% dari upah sebulan, risiko tinggi 1,13% per bulan, dan risiko sangat tinggi sebesar 1,6% dari upah sebulan.
Sementara untuk jaminan kematian (JKM) akan mengalami rekomposisi menjadi 0,1% dari upah sebulan. Sehingga iuran untuk JKM menjadi 0,2% dari upah sebulan.
Direktur Kepesertaan BP Jamsostek Zainudin menjelaskan bahwa tidak terdapat iuran tambahan bagi peserta untuk memperoleh program JKP. Oleh karena itu, dia menghimbau para pekerja untuk aktif di program-program jaminan sosial.
“JKP tanpa iuran tambahan lagi, dana kita ambil sedikit dari program JKK dan JKM pembiayaan JKP. Pengusaha dan UMKM ya bayar seperti biasa, tidak ada iuran tambahan suapaya pekerja bisa dapat manfaat JKP semaksimal mungkin,” ujar Zainudin pada Kamis (7/10/2021).
Dalam persyaratan penerima JKP, peserta harus terdaftar pada seluruh program yang terdapat di BP Jamsostek. Nantinya peserta akan menerima manfaat berupa uang dan pelatihan selama 6 bulan bila terkena PHK.
Besaran uang yang diterima sebesar 45 persen dari upah per bulan dengan batas maksimal upah Rp 5 juta per bulan selama 3 bulan. Sedangkan 3 bulan sisanya peserta akan mendapatkan manfaat JKP sebesar 25 persen dari upah sebulan.
Syarat bagi peserta yang menerima JKP adalah terdaftar sebagai peserta selama 24 bulan, dengan masa iur 12 bulan dan membayar iuran berturut-turut selama 3 bulan.
Pengusaha yang menunggak iuran BPJS maksimal 3 bulan berturut-turut dan terjadi PHK, maka BP Jamsostek wajib membayar manfaat sebesar yang telah diatur kepada peserta. Sementara bila pengusaha menunggak iuran lebih dari 3 bulan, manfaat JKP wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada peserta.
Setelahnya pengusaha harus melunasi tunggakan dan denda terkait iuran BP Jamsostek untuk mendapatkan penggantian atas pembayaran iuran JKP. Manfaat JKP hilang bila peserta tak mengajukan permohonan klaim selama 3 bulan sejak terjadi PHK, peserta telah mendapatkan pekerjaan baru, dan peserta meninggal dunia.
Ketentuan dalam UU Cipta Kerja menyebutkan, JKP akan diberikan kepada para pekerja atau buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja. Hal itu diatur pada bagian ketujuh Pasal 46 A.
JKP akan diselenggarakan BPJS Ketenagakerjaan dan pemerintah. Keterangan pasal selanjutnya menyebutkan, JKP diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial.
Tujuannya, untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak saat pekerja atau buruh kehilangan pekerjaannya. Mereka yang berhak mendapatkan JKP, seperti diatur dalam Pasal 46 C adalah mereka yang telah membayar iuran.
“Peserta JKP adalah setiap orang yang telah membayar iuran,” demikian bunyi Pasal 46 C.
Adapun modal awal untuk program JKP ditetapkan paling sedikit Rp6 triliun yang bersumber dari APBN.
2 Komentar