Readtimes.id– Tingkatan kelas pada layanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan akan dihapus mulai Juli 2022. Kebijakan yang berdampak pada besaran iuran yang disesuaikan dengan besaran penghasilan ini menuai perdebatan dari kalangan buruh dan pekerja.
Rencananya, layanan kelas 1,2 dan 3 BPJS Kesehatan dilebur menjadi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Peleburan kelas ini dilakukan berdasarkan prinsip asuransi kesehatan sosial, yakni saling tolong menolong.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan penyesuaian iuran sesuai dengan besaran gaji ini memang sejak lama diberlakukan. Namun, ia mempertanyakan nasib sebagian orang yang tidak memiliki penghasilan tetap atau bahkan yang tidak berpenghasilan.
“Kalau pekerja yang menerima upah kan tidak masalah, dari dulu memang begitu. Tapi bagi yang kerja tidak menerima upah artinya mereka usaha sendiri dan tidak pasti pendapatannya, bagaimana?” ungkap Iqbal.
Iqbal mengatakan rencana ini perlu dipertimbangkan dan melibatkan banyak pihak dalam mendapatkan kesepahaman dan kesepakatan, salah satunya dari buruh.
“Pekerja, buruh dan pengusaha harus dilibatkan dan bertemu dengan pemerintah dan pihak BPJS Kesehatan terkait penyesuaian iuran ini atau nanti ketika ada kenaikan iuran. Kita harus mendapatkan kesepahaman kesepakatan dari stakeholder,” kata Said Iqbal yang saat ini juga menjabat sebagai Presiden Partai Buruh.
KSPI bersama partai buruh akan melakukan perlawanan secara hukum dan secara aksi jika penyesuaian iuran ini nantinya akan berpengaruh pada naiknya iuran BPJS Kesehatan.
“Jangan sampai naikkan iuran, ini akan sulit bagi peserta BPJS yang tidak berpenghasilan tetap atau bahkan tidak punya penghasilan,” ungkapnya.
Penyesuaian iuran BPJS Kesehatan sesuai besaran gaji memang telah diterapkan di Indonesia sebagaimana mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 Tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 Tentang Jaminan Kesehatan.
Saat ini, peserta PPU (Pekerja Penerima Upah) atau pekerja formal baik penyelenggara negara seperti ASN, TNI, POLRI dan pekerja swasta memiliki besaran iuran BPJS Kesehatan yang telah disesuaikan dengan gaji, yakni sebesar 5 persen dari upah. Dengan rincian empat persen dibayarkan oleh pemberi kerja dan satu persen oleh pekerja. Perhitungan iuran ini juga berlaku pada batas bawah yaitu upah minimum kabupaten/kota dan batas atas sebesar Rp12 juta.
Hingga saat ini Kepala Humas BPJS Kesehatan, Arif Budiman memastikan bahwa besaran iuran BPJS Kesehatan masih sama. Sehingga Arif mengimbau agar masyarakat tidak gegabah di tengah rencana peleburan dan penyesuaian iuran BPJS Kesehatan yang masih digodok pemerintah.
Iuran BPJS Kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu yang terdaftar sebagai peserta PBI masih sebesar Rp 42.000. Nominal itu dibayarkan oleh Pemerintah Pusat dengan kontribusi Pemerintah Daerah sesuai kekuatan fiskal tiap daerah.
Bagi peserta PBPU (Pekerja Bukan Penerima Upah) dan BP (Bukan Pekerja), iuran BPJS Kesehatan juga masih dilakukan seperti sedia kala. Untuk jenis kepesertaan ini, peserta dapat memilih besaran iuran sesuai yang dikehendaki.
Jadi bagi seseorang yang belum memiliki penghasilan atau sudah tidak berpenghasilan dapat memilih menjadi peserta PBPU dengan pilihan kelas 1, 2 atau 3.
Besaran iuran tersebut adalah Kelas 1 sebesar Rp150.000 per orang per bulan, Kelas 2 sebesar Rp 100.000, dan Kelas 3 sebesar Rp. 35.000.
Bahkan, kelas 3 sejatinya telah mendapat bantuan dari pemerintah sebesar Rp7 ribu per orang setiap bulan. Sebelum mendapat potongan dari pemerintah, besaran iurannya adalah Rp42 ribu.
Tambahkan Komentar