Readtimes.id—Sejumlah daerah mengalami peningkatan harga minyak goreng dalam beberapa hari terakhir. Harga bahan pokok tersebut kini dibanderol lebih dari Rp22 ribu per kilogram. Padahal, Indonesia merupakan negara yang kaya dengan hasil kelapa sawit, mengapa lonjakan harga minyak goreng terjadi?
Indonesia merupakan penghasil sawit terbesar di dunia. Tahun lalu, data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mencatat volume ekspor minyak sawit Indonesia mencapai 34 juta ton senilai US$22,97 miliar. Adapun pangsa pasar ekspor sawit Indonesia mencapai 55 persen.
Namun hal tersebut tidak menjadi jaminan harga minyak goreng murah di negeri yang kaya sawit ini.
Dikutip dari Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Internasional (PIHPS) (26/10), rata-rata harga minyak goreng kemasan bermerek 1 naik Rp100 menjadi Rp17.400 per kilogram. Begitu juga dengan rata-rata harga minyak goreng kemasan bermerek 2 naik Rp100 menjadi Rp16.900.
Di beberapa daerah seperti di Aceh, harga minyak goreng mencapai Rp22.600. Selain itu, harga minyak goreng curah mengalami lonjakan paling tinggi di Gorontalo, yaitu Rp20.150 per kilogram, dan DKI Jakarta Rp19.000 per kilogram.
Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia, Sahat Sinaga mengatakan bahwa hal itu dikarenakan pasar dunia mengalami kekurangan pasokan minyak nabati dan minyak hewani.
Selain itu, penyebab lainnya adalah kurangnya tenaga kerja yang menghasilkan minyak, sehingga panen buah sawit menjadi turun kemudian memicu kenaikan harga minyak di pasaran.
“Supply lebih kecil daripada demand. Terus yang kedua, di Indonesia harga sawit di Dumai itu Rp 14.100 sehingga kalau dihitung-hitung harga sampai ke Jawa yang pantas untuk kemasan adalah Rp 15.400. Sedangkan yang curah bisa didapatkan dengan harga Rp13.000,” kata Sahat.
Sahat juga menjelaskan saat ini industri penghasil minyak goreng di Indonesia tidak punya hubungan usaha dengan perkebunan sawit. Oleh sebab itu, menurut dia, harga jual yang dipasarkan oleh industri penghasil minyak goreng sama dengan harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) yang sudah ditambahkan dengan biaya olah, biaya kemasan, dan biaya ongkos angkut.
“Dengan demikian harga jual yang mereka lakukan adalah sesuai dengan kondisi lapangan dan kini para produsen minyak goreng sudah tidak bisa lagi mengikuti harga patokan yang ditetapkan regulator,” ungkap Sahat.
Baca Juga : Badan Pangan Nasional, Selamatkan Gempuran Impor Pangan
Keterangan Kementerian Perdagangan juga menerangkan hal serupa, bahwa kenaikan harga minyak nasional terjadi karena lonjakan harga CPO.
Kenaikan harga minyak goreng saat ini belum membuat pemerintah melakukan banyak hal, termasuk intervensi. Pemerintah masih terus memantau perkembangan harga sesuai mekanisme pasar sembari menjaga ketersediaan pasokan.
Kementerian Perdagangan akan mengecek pasokan CPO terlebih dahulu. Jika pasokan di dalam negeri menipis, harga CPO naik tajam di pasar global dan berimbas pada harga minyak goreng.
Harga CPO di bursa komoditas Malaysia meningkat satu persen menjadi 4.973 ringgit per ton atau setara Rp16,98 juta. Harga CPO ini meningkat sekitar 38 persen dalam sepuluh bulan terakhir.
Sebagai informasi, pemerintah sebenarnya telah mengatur Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng kemasan sederhana sebesar Rp11 ribu per liter.
Ketentuan ini tertuang di Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 7 Tahun 2020 tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Petani dan Harga Acuan Penjualan di Tingkat Konsumen.
1 Komentar