RT - readtimes.id

Mitigasi Bencana di Negeri Cincin Api

Readtimes.id – Kekayaan yang tampaknya tak terbatas, dieksploitasi melalui pertambangan, produksi minyak kelapa sawit, dan penangkapan ikan tanpa kendali, malah menciptakan masalah yang luar biasa. Indonesia memiliki tingkat kerusakan lingkungan tercepat di dunia, dan tampaknya belum ada solusi efektif untuk mengatasinya.

Pemerintah Indonesia terus berjuang untuk mempersiapkan komunitas lokal dalam menghadapi bencana, baik bencana akibat manusia, maupun bencana alam, terutama ketika orang umumnya percaya bahwa apapun yang terjadi itu adalah kehendak Tuhan.

Pakar Geologi Universitas Hasanuddin, Prof. Dr. Eng. Ir. Adi Maulana, ST. M.Phil menyebutkan bahwa pemerintah selama ini masih melihat penanggulangan dan pencegahan bencana itu hanya dibutuhkan saat terjadi bencana saja. Sehingga pemerintah perlu melakukan  mitigasi dan adaptasi sejak  dini dalam pencegahan dan  penanggulangannya.

Menghadapi berbagai bencana baik bencana alam, bencana non-alam hingga bencana sosial, diperlukan upaya penanggulangan bencana. Hal ini sudah tentu tak dapat diabaikan apabila memperhatikan letak wilayah Indonesia yang masuk dalam lingkaran kawasan cincin api pasifik yang memungkinkan terjadi bencana setiap saat.

Akibat gempa bumi yang terjadi di Majene-Mamuju Sulawesi Barat, telah banyak mengalami kerugian seperti  infrastruktur banyak yang rusak, belum lagi banyak menelan korban jiwa. Mengakibatkan proses ekonomi tidak berlanjut. Sebab  banyaknya korban yang harus dirawat, itu akan sangat merugikan pemerintah daerah dan pemerintah pusat.   Dampak ekonomi juga dirasakan oleh  masyarakat, tentu saja kehidupan akan sering terganggu. Belum lagi kehilangan anggota keluarga dan sebagainya.

Tantangan Indonesia dalam mempersiapkan kebencanaan alam, pertama yang harus ditingkatkan yaitu literasi atau pengetahuan kebencanaan. Sebab Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai kondisi kebencanaan paling tinggi di dunia.  

Pengetahuan tentang bencana sebaiknya  diajarkan dari SD, SMP hingga SMA, sehingga   masyarakatnya bisa lebih siap dan lebih tangguh dalam menghadapi bencana.

“Pemerintah setempat perlu melakukan mitigasi,  dalam membangun di daerah bencana gempa bumi, ada aturan tentang bangunan-bangunan tahan akan gempa bumi. Misalnya bangunan  tidak goyang, tidak rubuh seperti kantor gubernur, hotel dan rumah sakit di Mamuju. Itu semua karena ketidak tahuan atau kurangnya literasi  seperti pada umumnya masyarakat Indonesia,” ujar Prof Adi Maulana kepada  readtimes.id, Senin (18/1/2021).

Menurutnya Mamuju-Majene sudah ada empat kali kejadian gempa bumi dengan skala besar. Belum terhitung gempa skala kecil yang  sudah ribuan kali terjadi.

Indonesia merupakan daerah rawan bencana,  ada 12 ancaman bencana yang dikelompokkan dalam bencana geologi yaitu  gempa bumi, tsunami, gunung api, gerakan tanah atau tanah longsor. Bencana hidrometeorologi termasuk banjir, banjir bandang, kekeringan, cuaca ekstrim, gelombang ekstrim, kebakaran hutan dan lahan. Bencana antropogenik yaitu epidemi wabah penyakit dan gagal teknologi-kecelakaan industry.

Risiko bencana cenderung semakin besar dengan meningkatnya permasalahan geologi, perubahan iklim, degradasi lingkungan dan demografi.

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Berdasarkan data Badan Informasi Geospasial (BIG) pada 2013 jumlah pulau di Indonesia ada 13.466 pulau. Luas daratan adalah 1.922.570 Km2 (37,1%), dan luas perairan adalah 3.257.483 Km2 (62,9%), hingga total luas Indonesia adalah 5.180.053 Km2 . Garis pantainya kurang lebih sepanjang 81.000 Km.

Pulau-pulau Indonesia terbentuk tiga lempeng tektonik dunia yaitu lempeng Australia, lempeng Pasifik, dan lempeng Eurasia. Kondisi tersebut menyebabkan Negara Indonesia menjadi salah satu negara mempunyai potensi tinggi terhadap bencana gempabumi, tsunami, letusan gunung api dan gerakan tanah atau tanah longsor.

Posisi wilayah Indonesia yang berada di garis Katulistiwa dan berbentuk kepulauan menimbulkan potensi tinggi terjadinya berbagai jenis bencana hidrometeorologi, yaitu banjir, banjir bandang, kekeringan, cuaca ekstrim (angin puting beliung), abrasi, gelombang ekstrim dan kebakaran lahan dan hutan. Fenomena perubahan iklim memberikan kontribusi terhadap peningkatan bencana hidrometeorologi.

Meningkatnya jumlah penduduk yang diikuti meningkatnya permukiman yang kurang terkendali serta tingginya perkembangan teknologi menimbulkan potensi tinggi terjadinya bencana antropogenik yaitu epidemik dan wabah penyakit, serta kegagalan teknologi (kecelakaan industri).

Semakin menariknya Indonesia sebagai tujuan investasi global serta meningkatnya intensitas keluar masuk manusia yang berpotensi meningkatkan kejadian epidemi dan wabah penyakit seperti HIV/AIDS, Ebola dan MERS dan wabah Covid-19. Pesatnya pertumbuhan industri dan pembangunan semakin menambah potensi bencana terkait antropogenik.

Gempa bumi dan tsunami Aceh-Nias (2004), gempa bumi Yogyakarta dan Jawa Tengah (2006), gempabumi Sumatera Barat (2007), banjir Jakarta (2007), gempabumi Bengkulu (2007), gempabumi Sumatera Barat (2009), tsunami Mentawai (2010), banjir bandang Wasior (2010), erupsi Gunung Merapi (2010), lahar dingin Gunung Merapi (2011), serta banjir Jakarta (2012, 2013 dan 2014), erupsi Gunung Sinabung (2013, 2014).

Kejadian bencana tersebut telah meningkat secara signifikan dalam satu dekade terakhir. Pada kurun waktu tersebut Indonesia dilanda 11.274 kejadian bencana yang telah menelan korban jiwa sebanyak 193.240 orang dan mengakibatkan total kerugian sekurang-kurangnya Rp420 triliun.

Belum usai Pandemi Covid-19, diawal tahun 2021 ini  rentetan bencana terjadi yaitu gempa bumi di Mamuju dan Majene, Sulawesi Barat dengan kekuatan 6,2 skala richter pada 15-16 Januari 2021. Banjir bandang melanda Banjarmasin, Kalimantan Selatan  pada 14 Januari 2021. Longsor terjadi karena hujan yang tinggi melanda Sumedang pada 9 Januari 2021. Gunung Sumeru Jawa Barat meletus mengeluarkan awan panas sejauh 4,5 km pada 16 Januari 2021. Serta Banjir dan tanah longsor terjadi akibat hujan dengan intensitas tinggi di Manado, Sulawesi Utara.                    

Bencana semakin meningkat dengan adanya permasalahan, fenomena geologi yang semakin dinamis,

Perubahan iklim yang semakin ekstrim, peningkatan degradasi lingkungan, bonus demografi- demografi yang tidak terkelola dengan baik.  

Berdasarkan hasil evaluasi penanggulangan bencana di Indonesia  dari National Assessment Report (NAR) 2013 diidentifkasi adanya kendala-kendala, koordinasi dalam penyadaran masyarakat rentan bencana, sinkronisasi kebijakan vertikal (pusat dan daerah),  pengurangan risiko bencana (PRB) belum menjadi isu strategis Pemerintah,  masih lemahnya penegakan hukum terkait penanggulangan bencana.

Ona Mariani

1 Komentar

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: