Readtimes.id—Investasi Indonesia termasuk yang tertinggi setelah China bila dibandingkan negara lain seperti Thailand, Filipina, bahkan India. Data tersebut mengutip World Development Indicators yang dibuat Bank Dunia. Lalu, mengapa pertumbuhan ekonomi Tanah Air masih lambat?
Pemerintah dinilai salah kaprah dalam menangani masalah investasi. Sebab, persoalan investasi yang utama bukan capaiannya, melainkan dampak yang dihasilkan dari realisasi modal masuk. Hal ini disampaikan Ekonom Senior Universitas Indonesia, Faisal Basri kepada readtimes.id.
Menurutnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang lambat bukan dikarenakan persoalan sedikitnya investasi. Pemerintah merumuskan Undang-undang Cipta Kerja untuk mendongkrak investasi. Padahal, arus modal masuk ke dalam negeri sudah tinggi. Pada 2015 saja, investasi di Indonesia mencapai puncaknya, yakni menembus 32,8 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Kendati demikian, ia mengapresiasi Presiden Jokowi yang dapat mempertahankan pertumbuhan investasi pada level yang tinggi. Menurut Faisal, investasi yang masuk ke Indonesia bahkan tertinggi di ASEAN dan dari rata-rata negara berpendapatan menengah ke atas serta menengah bawah. Namun, yang menjadi permasalahan adalah hasil investasi tersebut yang rendah atau sedikit.
“Jadi ada sesuatu yang saya kira salah di republik ini, bukan cuma di eranya pak Jokowi saja. Saya menilai Pak Jokowi ikut meneruskan atau gagal membalikkan nasib ekonomi Indonesia karena salah diagnosis. Jadi bukan karena investasi yang jeblok,” ujar Faisal kepada readtimes.id.
Menurut Faisal, minat investor ke Indonesia tidak berkurang. Bahkan, foreign direct investment (FDI) Indonesia tercatat masuk dalam Top 20 pada 2019.
“Investasinya banyak tapi masalahnya hasilnya sedikit karena inefisiensi, salah fokus, high cost ekonomi, semua dikasih ke BUMN, tidak ada persaingan, korupsi dan sebagainya,” ucap Faisal.
Menurut Faisal, Indonesia mesti melakukan transformasi ekonomi untuk memperbaiki kualitas hidup pekerja atau buruh. Transformasi ekonomi dari kegiatan ekonomi yang ekstraktif ke kreatif.
“Kalau ekonomi Indonesia strukturnya masih ngikut atau mirip dengan ekonomi era penjajahan, batubara dikeruk langsung jual, sawit dipetik langsung dijual, hutan ditebang langsung dijual, ya jelas tenaga kerjanya sedikit,” ungkap Faisal.
Pemulihan Ekonomi
Lebih lanjut Faisal memproyeksikan ekonomi Indonesia di tahun 2022 masih lebih rendah pertumbuhannya dibandingkan sebelum Covid-19. Berbeda dengan negara lain yang pertumbuhan ekonominya sudah mengalami pemulihan dan melewati posisi semula sebelum Covid-19.
“Kita kemungkinan paling cepat 2023,” ucap Faisal.
Baca Juga : Refleksi dan Tantangan Ekonomi Indonesia Menuju 2022
Faisal menyebut recovery ekonomi Indonesia yang terlambat karena lemahnya jantung perekonomian, yakni sektor keuangan. Ia menyoroti porsi kredit perbankan untuk swasta terhadap PDB.
“Industri tidak akan menggeliat kalau kredit perbankan buat sektor swasta cuma 38% dari PDB. Kalau di China 180%, di negara-negara ASEAN lainnya di atas 100%,” ujar Faisal.
1 Komentar