Readtimes.id—Pinjaman online (pinjol) belakangan ini ramai diperpincangkan publik setelah sejumlah oknum melakukan prkatik ilegal. Keresahan para nasabah akhirnya membuat Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga turun tangan menangani maraknya pinjol ilegal.
Pihak MUI menilai banyak nasabah yang sudah dirugikan usai mengambil pinjaman online karena bunga yang dibebankan perlahan mencekik peminjam. Pinjol juga dinilai merugikan karnena banyak mudaratnya (keburukannya). MUI menjelaskan prinsip hukum Islam yakni “mengupayakan banyak yang maslahah dan meninggalkan yang mudarat”. Artinya, berusaha untuk melakukan perbuatan yang memberikan manfaat, ketimbang melakukan yang mendatangkan keburukan atau kerugian.
Selain itu, penolakan juga didasarkan karena sistem bunga berlipat pada praktik pinjol ilegal yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Melihat hal itu, MUI meminta kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maupun kepolisian untuk aktif melarang pinjol ilegal.
Menanggapi hal tersebut, Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara, juga mendukung langkah MUI untuk ikut memberantas pinjol ilegal.
“Sudah tepat yang dilakukan MUI karena sejauh ini praktik pinjol yang ilegal meresahkan masyarakat. Bisa disamakan dengan parasit ekonomi karena bunganya tidak wajar, denda bisa lebih mahal daripada pokok pinjaman serta cara cara penagihan yang melanggar etika serta kebocoran data pribadi,” ungkapnya secara tertulis kepada readtimes.id.
Selain itu, Bhima juga menyarankan kepada masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam melakukan pinjaman dan memilih alternatif pinjaman ke lembaga keuangan resmi.
“Bagi masyarakat disarankan memilih alternatif pinjaman ke lembaga keuangan resmi seperti pinjaman kredit tanpa agunan bank, kartu kredit hingga pembiayaan syariah,” jelasnya.
Menurut Bhima, ada banyak alternatif bagi masyarakat untuk melakukan pinjaman yang aman, namun karena marketing pinjol ini masif dilakukan lewat pesan singkat di gawai, sehingga masyarakat mudah tergoda hingga menjadi korban. Selain itu, literasi keuangan masyarakat khususnya di era digital juga masih sangat kurang sehingga perlu didorong.
Bhima juga menerangkan masih terdapat fintech peer to peer atau Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI) yang fokusnya ke kredit usaha produktif dan menawarkan bunga serta denda yang wajar.
“Untuk fintech ini sebaiknya tidak dilarang tapi diperketat pengawasannya,” ungkapnya.
Sejak kemunculan pinjol tahun 2016 hingga saat ini, total penyaluran dana pinjol mencapai kurang lebih Rp221 triliun. Dana disalurkan kepada UMKM, penduduk di Indonesia timur, maupun kelompok ibu rumah tangga yang memiliki usaha mikro.
OJK mencatat sudah memberantas setidaknya 3.856 platform pinjol ilegal. Namun, capaian itu dinilai masih kurang maksimal. Tidak selesainya polemik pinjol ilegal dikarenakan pemblokiran lebih lambat dari pertumbuhan pinjol ilegal.
Guna memperkuat langkah-langkah pemberantasan pinjol ilegal, pemerintah diminta untuk segera mengesahkan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi untuk melindungi masyarakat dari praktik curang pinjol ilegal.
1 Komentar