Readtimes.id– Pemerintah telah menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) No. 4 tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem. Pemerintah akan mewujudkan kemiskinan ekstrem menjadi 0% di Indonesia pada 2024.
Kemiskinan ekstrem, atau kemiskinan absolut, adalah sejenis kemiskinan didefinisikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai “suatu kondisi yang tidak dapat memenuhi kebutuhan primer manusia, termasuk makanan, air minum bersih, fasilitas sanitasi, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan, dan informasi.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 8 Juni 2022 melalui Inpres tersebut memberi instruksi kepada kementerian, lembaga serta kepala daerah agar tercapai keterpaduan dan sinergi program, serta kerja sama dengan pemerintah daerah, dalam mengentaskan kemiskinan ekstrem.
Jokowi pun memberi instruksi kepada Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, Untuk menetapkan lokasi prioritas dan target pencapaian penghapusan kemiskinan ekstrem tiap tahun, hingga menetapkan kebijakan sumber dan jenis data yang digunakan.
Kemudian Menteri Sosial Tri Rismaharini diinstruksikan melakukan verifikasi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial, sebagai sumber utama penetapan penerima manfaat program percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem.
Menteri Keuangan Sri Mulyani diperintahkan untuk memberikan dukungan yang dapat dilakukan melalui insentif kepada daerah yang berkinerja baik dalam penurunan tingkat kemiskinan dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono diperintahkan untuk memberikan bantuan perbaikan rumah dan atau pembangunan rumah baru serta relokasi pemukiman bagi keluarga miskin ekstrem.
Untuk mewujudkan hal tersebut, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira mengatakan ada sekitar 10 juta masyarakat miskin ekstrem yang perlu ditangani pemerintah. Masalahnya, saat ini Indonesia masih dilanda masalah pangan yang juga belum bisa dituntaskan. Hal ini juga turut menyumbang tingkat kemiskinan di Indonesia.
“Presiden mengejar tingkat kemiskinan ekstrem 0%, kan artinya kemiskinan esktream hilang, masalahnya pemerintah masih babak belur mengurus masalah pangan yang ada saat ini bakal sulit untuk memberantas kemiskinan esktrem,” jelas Bhima.
Saat ini harga pangan banyak mengalami kenaikan, bahkan masalah minyak goreng pun juga belum terselesaikan. Hal ini berimbas sangat signifikan pada tingkat penurunan kemiskinan masyarakat, bahkan harga akan sulit turun dan bisa lebih tinggi daripada sebelum pandemi.
Salah satunya adalah kenaikan harga telur ataupun daging ayam. Misalnya untuk telur ayam kenaikannya dalam satu bulan terakhir bisa sampai sekitar Rp3 ribuan. Kemudian cabai merah yang saat ini harganya meroket.
“Beberapa kebutuhan pokok yang biasanya pascalebaran itu turun, karena permintaan normal lagi, tapi sekarang setelah lebaran harganya malah lebih tinggi, misalnya minyak goreng deh, harusnya turun pascalebaran, tetapi sekarang masih mahal,” lanjutnya.
Hal ini Menurut Bhima menjadi semacam anomali dalam penanganan kemiskinan khususnya pangan. Jika kenaikan harga pangan juga dibarengi dengan permintaan yang kuat, tidak akan menjadi masalah. Sayangnya daya beli masyarakat saat ini sangat tertekan akibat pandemi dan kenaikan harga pangan.
“Data di lapangan sekarang yang terjadi bisa kita lihat keyakinan konsumen menurun, masyarakat yang paling bawah ini tidak bisa mengejar kenaikan harga,” jelasnya.
Selain itu, Bhima mengatakan masih banyak tantangan yang perlu tuntaskan dengan serius oleh pemerihtah untuk menurunkan kemiskinan ekstrem. Misalnya penanganan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang menjangkit hewan ternak seperti sapi kambing dan hewan lainnya. Kemudian masalah tata niaga pangan.
“Kita lagi menghadapi PMK apalagi menuju Iduladha, sebelumnya juga ada persoalan subsidi pupuk, kemudian soal tata niaga pangan dan distribusi panjangnya yang belum selesai hingga saat ini,” pungkasnya.
72 Komentar