Readtimes.id- Nama Yeremia Rambitan mendadak jadi buah bibir warganet. Bukan karena medali perak yang didapatkannya setelah kalah dari Leo Rolly dan Daniel Marthin di final bulutangkis ganda putra SEA Games, tapi karena kasus yang menimpanya.
Lewat sebuah video yang diunggah pada pada Selasa (24/5), ia melakukan pelecehan seksual kepada seorang volunteer perempuan SEA Games. Sontak, apa yang diucapkannya tersebut menuai kecaman dan reaksi dari warganet.
Yeremia yang sadar pun segera menyampaikan permintaan maafnya. Baik ke sang volunteer, pihak asosiasi, dan tidak lupa mengunggah sebuah video permintaan maaf atas perilaku tidak terpujinya melalui PBSI.
Menyikapi hal tersebut, pihak PBSI pun berjanji untuk segera melakukan pembinaan etika kepada para atlet di bawah naungannya. Pasalnya, menjadi atlet sudah barang tentu juga menjadi seorang yang terkenal dan menjadi teladan banyak orang.
Popularitas yang diperoleh seorang atlet profesional tersebut pada akhirnya menjadi pedang bermata dua. Dapat digunakan untuk menambah pundi-pundi pendapatan, namun juga menuntut mereka untuk lebih menjaga perilaku, baik di dalam, maupun di luar lapangan. Pada akhirnya, popularitas tersebut pun menjadi semacam rintangan yang tak kasat mata bagi karier seorang atlet.
Selain beban popularitas, perkara kesiapan diri juga kerap kali menjadi permasalahan yang dihadapi para atlet. Mereka yang beranjak dari level junior ke tingkatan senior sering kesulitan beradaptasi meningkatkan performanya di atas lapangan.
Hal senada pernah diungkapkan Irfan Rahman, pelatih dari tim U18 PSM. Ia mengungkapkan bahwa seorang pemain junior umumnya akan memiliki hasrat untuk memperlihatkan kemampuan terbaiknya, mereka tidak segan-segan mengeluarkan seluruh kemampuannya di atas lapangan agar bisa segera mendapat kontrak profesional dan mendapat pengakuan.
“Ketika mereka masih jadi pemain akademi, mereka termotivasi untuk bisa membuktikan diri, jadi semuanya mereka keluarkan. Namun, saat mereka di level profesional, motivasinya berkurang. Bahkan, kadang latihannya pun juga tidak begitu intensif lagi”, jelas Irfan kepada Readtimes.
Popularitas dan tuntutan untuk menjaga performa pada akhirnya menjadi rintangan tak kasat mata bagi karier seorang atlet profesional. Mereka tidak hanya harus menghadapi lawan di atas lapangan, tapi juga menaklukkan diri mereka sendiri.
Pada akhirnya, menjadi atlet tidak selalu mudah karena melakukan hal yang disukai. Ada banyak rintangan yang harus mereka lewati. Ada banyak hal yang dikorbankan seorang atlet untuk menjadi seorang profesional. Karenanya, para atlet di berbagai tingkatan, akan selalu butuh pendampingan agar bisa terus berada di titik terbaiknya, sehingga tidak hanya bisa meraih prestasi tertinggi, tapi juga turut mengharumkan nama negara.
Editor: Ramdha Mawaddha
Tambahkan Komentar