Media sosial memiliki peranan yang sangat penting dan sangat besar pada kehidupan, sebuah kemajuan teknologi yang membantu banyak orang untuk terhubung dengan teman lama atau membantu memasarkan sebuah usaha. Belum lagi beberapa kali, media sosial berhasil menangkap pelaku kejahatan seperti yang terjadi tahun 2019 lalu di Grogol ketika pencuri membawa kabur mobil dan berhasil ditangkap setelah update status.
Tetapi, media sosial juga bisa menjadi tempat yang sangat toxic. Informasi begitu mudah tersebar tanpa diketahui kebenarannya meski bukti sering kali diberikan tapi tak ayal masih ada kesalahpahaman. Terkadang membuat si penerima informasi melakukan main hakim sendiri sementara pelaku atau tersangka dalam informasi yang tersebar belum menjadi terpidana. Pada mulanya sebagai bentuk respon dari kejahatan justru berubah menjadi pelaku kejahatan itu sendiri.
‘’Peran media sosial bagi saya sangat besar karena informasi yang dituliskan akan dibaca oleh banyak orang bukan hanya tersangka, terdakwa, ataupun keluarga. Dengan informasi tersebut, kemungkinan akan memunculkan reaksi psikologis seperti takut, sedih, serta cemas,’’ ungkap Ulwiyatul Hidayat, M.Psi., Psikolog kepada readtimes.id.
Ulwiyatul menjelaskan respon psikologis ini bisa muncul karena pembaca informasi memberikan berbagai respon terhadap informasi yang didapatkannya. Dampak negatif yang mungkin terjadi kepada tersangka baik keluarga adalah penarikan diri atau penghindaran secara sosial karena mereka takut ketika diluar mendapatkan penghinaan dan cemoohan.
Ia menambahkan pengguna media sosial harus paham informasi yang disampaikan itu apa dan pemberi informasi harus menuliskan dengan jelas. Apalagi perlu ada pemahaman kepada masyarakat mengenai perbedaan tersangka, terdakwa, dan terpidana. Selain itu, jangan mudah terpengaruh dengan informasi yang beredar, usahakan mencari sumber informasi yang valid.
Menurutnya, respon negatif dari pembaca merupakan konsekuensi yang didapatkan oleh seorang tersangka karena setiap orang melakukan atau memilih sesuatu pasti sudah mengetahui baik-buruknya. Sebagai manusia terutama pengguna media sosial menjadikan hal tersebut sebagai pelajaran, jangan main hakim sendiri, dan biarkan hukum yang bekerja sebagaimana mestinya sampai semuanya pasti. Oleh karena itu, sebaiknya bijak dalam bermedia sosial.
Selama belum ada ketuk palu, belum ada keputusan diatas meja keadilan. Tidak seharusnya merespon sebuah informasi dengan berlebihan sampai mengundang kebencian dan mengiring opini publik untuk membenci tersangka sebab apa yang berlebihan yang ditoreh di media sosial dapat berdampak buruk bukan hanya pada psikologis tersangka dan keluarga namun juga diri sendiri jika ada fakta yang berbeda kedepannya.
Ketika media sosial menjadi sebuah tempat dimana kamu berbagi pikiran negatif atau kamu menjadi negatif lewat postingan orang lain, singkirkan dirimu sebelum reputasimu rusak – Awais ktk
Tambahkan Komentar