“Masyarakat Sulawesi barat, adalah saudara kita semua. Ketika gempa PASIGALA 7,4 SR pada tahun 2018 yang menimpa Sulawesi Tengah, saya ingat betul bagaimana masyarakat Sulbar bahu membahu membantu para relawan dari berbagai daerah yang akan menuju Sulteng. Mereka menyediakan rumah mereka sebagai tempat peristirahatan, makan dan minum gratis bagi relawan yang hendak masuk atau keluar dari Sulawesi Tengah. Selain itu, siapapun dan dimanapun sudah menjadi tugas kita sebagai sesama manusia, apalagi pekerja kemanusiaan untuk tolong menolong bagi sesama”– Hidayat Lamakarate (Ketua PMI Sulteng)
Petikan kalimat di atas adalah potongan dari penyampaian ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Sulawesi Tengah, Hidayat Lamakarate, pasca melepas 9 Ambulance, Tangki Air bersih, perlengkapan medis dan berbagai bantuan logistik dari sejumlah Cabang PMI Sulawesi Tengah menuju Provinsi tetangga Sulawesi Barat beberapa jam pasca Gempa pada jumat (15/1/2021).
Sebelum melepas sejumlah relawan, Hidayat Lamakarate juga memastikan para relawan kemanusiaan mesti menjalani test swab dan antigen terlebih dahulu. “Kita juga sedang dalam masa pandemi, kita ingin memastikan bahwa seluruh relawan yang kita kirimkan aman dari Covid-19 agar mereka tidak menjadi carrier atau pembawa virus di tengah situasi bencana” tegas Hidayat.
Solidaritas yang sama juga ditunjukan oleh sejumlah relawan lain dari Sulawesi Tengah yakni para Teknisi Ponsel (TEPS) yang secara bersama-sama berdonasi untuk membantu masyarakat Sulawesi Barat, ‘mungkin bantuan kami tidak besar tapi kami pernah merasakan situasi bencana dan kami ingin membantu saudara-saudara kami di Sulawesi Barat’, terang Anca salah satu relawan TEPS.
Bukan hanya dari Sulawesi Tengah solidaritas terhadap gempa 6,2 SR yang terjadi di Sulbar berdatangan, dari Sulawesi Selatan dan seluruh penjuru tanah air berbagai lembaga maupun individu juga segera menggalang donasi, sekaligus menerjunkan relawan mereka menuju Mamuju, Majene dan Polmas.
Lewat bencana, solidaritas masyarakat sangat nampak. Solidaritas yang menunjukan bahwa perasaan senasib dan sepenanggungan masih begitu melekat pada diri setiap orang di negeri ini. Sesuatu yang diulas oleh sosiolog James Colmen (2000) yang disebut sebagai ‘modal sosial’ ketika setiap orang atas nama norma dan kepercayaan bersedia untuk memfasilitasi kerjasama dan kordinasi.
Pertunjukan ‘solidaritas’ sebagai sesama warga negara dan sesama anak bangsa Indonesia yang selalu kita saksikan ketika ‘bencana tiba’, harusnya menyadarkan banyak pihak akan kekuatan kolektif yang kita miliki sebagai sebuah bangsa untuk menghadapi berbagai tantangan baik akibat pandemi covid-19 atau bencana alam yang beberapa hari terakhir terus terjadi di berbagai daerah di Indonesia, tentang ‘arti perasaaan senasib dan sepenanggungan’.
Layaknya petikan penyampaian ketua PMI Sulteng di atas, ‘bahwa sudah menjadi kewajiban kita untuk menolong sesama’. Kekuatan yang nampaknya belum mampu dikelola dengan baik oleh pengelola negara.
39 Komentar