Readtimes.id– Pemerintah menetapkan kebijakan baru harga minyak goreng kemasan, yaitu disesuaikan dengan harga keekonomian. Dengan kebijakan ini, penetapan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng kemasan Rp14 ribu dicabut dan diserahkan pada mekanisme pasar.
Selain itu, pemerintah juga menaikkan HET minyak goreng curah dari sebelumnya Rp11.500 per liter menjadi Rp14 ribu per liter. Hal ini dilakukan guna memastikan ketersediaan hingga produksi minyak goreng dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan dirinya tidak bisa membiarkan ketersediaan minyak goreng terbatas saat kebijakan HET masih ditetapkan, terlebih lagi menjelang Ramadan.
Oleh karena itu, pemerintah mencabut kebijakan HET tersebut dan mengembalikan harga minyak goreng pada mekanisme pasar, yang hasilnya membuat banjirnya produk minyak goreng kemasan di pasar maupun minimarket atau supermarket dengan harga sekitar Rp25.000 per liter.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah menilai keputusan ini dibuat untuk menekan tingkat kelangkaan minyak goreng di pasaran. Kelangkaan yang terjadi akibat adanya penimbunan dan penyelundupan minyak karena selisih harga yang tinggi.
Penimbunan dan penyelundupan minyak goreng menurutnya dipicu selisih harga yang tinggi antara HET Indonesia dengan harga luar negeri. Setelah HET dihapus, harga dalam negeri relatif mendekati harga luar negeri, sehingga akan menipiskan dorongan menimbun dan menyelundupkan minyak goreng.
“Jadi setelah HET dicabut bisa dipastikan tidak akan ada kelangkaan minyak goreng di pasar,” jelasnya.
Meski demikian, Piter mengingatkan bahwa aturan baru HET minyak goreng ini akan menimbulkan lonjakan inflasi di Tanah Air. Pasalnya jika harga minyak goreng diserahkan pada mekanisme pasar, maka harganya akan melonjak tinggi.
Setelah pencabutan HET, stok minyak goreng di sejumlah wilayah pun langsung melimpah. Padahal, sebelumnya stok minyak goreng sering kosong di pasaran saat HET diberlakukan. Akan tetapi, melimpahnya stok minyak goreng justru dibarengi dengan harganya yang melejit.
Menyoal Subsidi Minyak Curah
Pemerintah memutuskan memberikan subsidi untuk minyak goreng curah agar bisa dijual seharga Rp14.000 per liter di level masyarakat. Subsidi diberikan pada level produsen dengan membayar selisih antara harga keekonomian dengan harga jual di masyarakat sebesar Rp14.000 per liter. Subsidi tersebut menggunakan anggaran dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Ekonom Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menilai jika hanya menggunakan dana BPDPKS dikhawatirkan tidak akan cukup untuk menanggung minyak goreng curah apalagi minyak goreng curah digunakan dalam skala besar di rumah tangga dan UMKM.
Selain itu, keputusan subsidi HET Minyak goreng curah akan menyebabkan migrasi dari konsumen pembeli minyak kemasan ke minyak curah subsidi. Selain itu, pengawasan terhadap minyak goreng curah akan sangat Susah.
“Pengawasannya ini akan sangat sulit sekali, karena minyak goreng curah tidak memiliki barcode atau kode produksi yang dapat memungkinkan terjadinya pengoplosan minyak,” jelasnya.
Bhima juga menegaskan kepada pemerintah untuk lebih gencar lagi mengawasi distribusi minyak goreng agar tidak terjadi penimbunan dan penyelundupan yang memicu kekacauan harga.
“Mendag bilang stok melimpah, di lapangan tidak ada distribusinya yang sangat bermasalah, ditambah lagi ketidakhadiran bulog dalam tata niaga minyak goreng, jangan saling berharap lah untuk selesaikan masalah ini,” tutupnya.
Editor : Ramdha
Tambahkan Komentar