RT - readtimes.id

Cerita Arif Dika, Sukses Budidaya Porang di Madiun

Readtimes.id—Komoditas porang belakangan ini tengah naik daun karena harga jualnya cukup fantastis. Melihat hal tersebut, para petani di Madiun mulai menekuni budidaya porang yang merupakan varietas asli Indonesia ini.

Arif Dika Mahendra, salah satu petani yang kini tengah menekuni budidaya porang, mengungkapkan dirinya mulai melirik porang sejak lima tahun silam. Bahkan ternyata tanaman ini sudah dimanfaatkan masyarakat Madiun sebagai hasil alam yang dapat dijual sejak tahun 1970-an.

Dika melihat Porang ini menjanjikan  dibanding jagung, padi atau komoditas lainnya. Harganya juga cukup stabil sehingga ia memutuskan untuk bertani porang, serta tanaman ini bagus untuk investasi. Apalagi akhir-akhir ini porang menjadi viral setelah presiden Jokowi memuat di media sosialnya.

Kelompok tani di Madiun ini rata-rata telah memiliki lahan untuk menanam porang yang bekerja sama dengan Perhutani dan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Saat ini para petani tengah melakukan perluasan lahan tidak hanya satu lokasi saja, namun telah menyasar hingga Ke Gresik, Lamongan, Tuban dan daerah sekitarnya yang kerja sama dengan para investor.

“Menanam porang itu tidak mudah mbak apalagi petani pemula karena butuh banyak modal. Makanya kami menggandeng para investor,” jelasnya kepada readtimes.id.

Modal awal porang memang cukup tinggi dibanding komoditas lain, namun harga jual di akhirnya juga tinggi. Harga jualnya saat ini mengalami sedikit penurunan akibat pandemi. Harga porang saat ini Rp7.200 per kilogram untuk porang basah dan Rp40.000 hingga Rp45.000 per kilogram untuk porang kering.

Sistem panen yang digunakan Dika dan petani lainnya ialah sistem panen pilih. Jadi, ketika panen mereka tidak mengambil semua porang dalam satu lahan sekaligus. Jika menggunakan panen pilih, mereka dapat memanen 15-18 ton sekali panen dalam satu hektar dari total 30-40 ton hasil yang ditanam dalam satu hektar. Dika bisa meraup omzet hingga Rp100 juta setiap panen.

Dika menerangkan, petani di sana tidak menjual porang dalam bentuk chips atau kering karena butuh teknologi tertentu untuk mengeringkan agar tidak berjamur dan harus sesuai standar nasional Indonesia (SNI). Karena, ada beberapa porang yang sempat ditolak saat ekspor karena tidak memenuhi standar.

Masyarakat juga belum melakukan ekspor secara langsung sehingga harus melalui perantara pabrik. PT Asia Prima Konjac merupakan pabrik pengolahan porang yang ada di Madiun.

Masyarakat juga belum bisa mengolah porang karena tidak semudah pengolahan umbi lainnya seperti singkong dan kentang. Porang diolah untuk diambil kandungan glukomanatnya yang cukup tinggi dan porang memiliki asam oksalat yang beracun. Tekstur porang memiliki serat seperti duri-duri kecil di dalamnya. Dipegang saja porang dapat membuat kulit terasa gatal.

“Hanya pabriklah yang sementara ini bisa memisahkan antara glukomanat dan asam oksalat di porang, sehingga masyarakat itu belum ada yang mampu mengolah porang karena butuh teknologi canggih. Nah pabrik itulah yang kemudian mengolah porang jadi menjadi shirataki dll,” jelasnya.

Pemerintah juga telah memberikan bantuan berupa Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk masyarakat. Menteri pertanian Syahrul Yasin Limpo sebulan lalu juga telah mengunjungi lokasi mereka dan melakukan sosialisasi terkait pemodalan petani kepada masyarakat

“Kami berharap ke depannya pemerintah terus mendukung para petani dalam pengembangan komoditas ini, sehingga dapat menjadi pemulihan ekonomi masyarakat dan negara,” tutup Dika.

I Luh Devi Sania

Tambahkan Komentar

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: