RT - readtimes.id

Memburu Muhammad: Kecaman pada Cara Beragama yang Penuh Prasangka

Judul : Memburu Muhammad

Penulis : Feby Indriani

Penerbit : Bentang

Tahun : Oktober, 2020

Tebal : xvi + 210 halaman

Annisa kecil melongo mengintip dari lubang kunci, menyaksikan ayah dan ibunya tengah asyik menyantap potongan kaki manusia, tepatnya bagian betis yang padat-padat kenyal. Jari-jemari keduanya belepotan darah dengan cabikan-cabikan daging mentah melekat di ujung kuku-kuku mereka. Dengan tangan gemetar, akhirnya ia memberanikan diri mengetuk pintu.”

Itu adalah pembuka pada cerpen pertama berjudul, “Rahasia dalam Rumah Kami”, dalam buku “Memburu Muhammad”. Apakah kalian bisa merasakan kengerian dan mungkin sedikit jijik dan bergidik? Jika iya, berarti cerpen ini berhasil menyampaikan gagasan simboliknya kepada pembaca. Iya, cerpen ini berkisah secara simbolik tentang laku ghibah atau bergunjing yang dalam agama Islam disebut sebagai sifat yang sama dengan perumpamaan memakan daging saudara sendiri.

“Memburu Muhammad” adalah buku kumpulan cerpen yang berisikan 19 cerita. Ditulis oleh Feby Indriani, cerita-cerita dalam buku ini bukan hanya mengulik hal-hal simbolik dalam dunia Islam, namun juga dengan penuh rasa jenaka, miris, juga ironis, mencoba mengusik cara kita beragama yang tanpa sadar kadang penuh prasangka. Cerita-cerita Feby akan mengecam sekaligus mengajak kita berefleksi tentang bagaimana seharusnya nilai agama itu—dalam hal ini Islam—diejawantahkan.

Namun tema-tema dalam setiap cerpen terasa sangat dekat dengan keseharian kita, bukan mengulik hal-hal yang melangit. Misalnya, tentang seorang perempuan tukang cuci yang menyumbang seluruh tabungan hajinya kepada tetangganya yang adalah anak tukang sampah, dalam cerpen “Hikayat Kota”,namun oleh malaikat ibadah hajinya justru diterima meskipun perempuan tersebut tidak jadi berangkat ke tanah suci Makkah. Atau tentang jenazah yang diperebutkan oleh sepasang suami-istri berbeda agama, dalam cerpen “Berebut Jenazah”. Tengok juga kisah tentang arwah penasaran seorang perempuan tua karena mayatnya tidak dimandikan oleh keluarganya, dalam cerpen “Suara Menggemparkan”.

Nuansa jenaka dapat kita temui pada beberapa cerita. Misalnya, kisah tentang sepasang suami istri dalam cerita “Bakso Terenak di Dunia” yang berdiskusi panjang tentang sepiring bakso yang dibeli sang istri: apakah bakso itu berisi daging babi atau tidak? Juga cerita Kia Zahid yang hidup kembali pasca tujuh jam kematiannya, dalam cerita “ Hidup Kedua Kiai Zahid”, di mana pasca hidup lagi, Kiai Zahid justru berkhotbah bahwa ketika ia bertemu Tuhan, Tuhan mengatakan kepadanya bahwa neraka tidak ada, yang lantas menimbulkan kegemparan. 

Selain itu tengok juga kisah “Memburu Muhammad” yang dijadikan judul sampul buku ini. Jenaka luar biasa tanpa kehilangan nada mirisnya. Bisa kalian bayangkan, Abu Jahal, musuh terbesar Nabi Muhammad, hidup kembali, dan mencari siapa-siapa saja orang bernama Muhammad. Abu Jahal menyandera seorang petugas kelurahan dan memaksanya untuk membuat daftar semua orang bernama Muhammad di Indonesia. Tujuannya adalah mencari Nabi Muhammad yang dia yakini tengah menyamar dan menghindari dirinya. 

Dalam cerpen “Memburu Muhammad” ini, ada sindiran kuat bahwa banyak pengikut Muhammad yang justru tidak mewarisi sifat-sifat terpuji Muhammad. Dia kaget ketika menemui ada yang nama Muhammad yang justru melakukan korupsi, haus jabatan, tidak jujur, dan sebagainya. “Itu sungguh aneh! Lalu, untuk apa kalian semua bernama Muhammad kalau mirip pun tidak? Cuma menjadi pencuri, politisi haus kuasa, atau semata orang tak berguna? Masih mending kalau bisa sukses jadi penyair.” (hlm 139).

Itu hanya gambaran beberapa cerpen yang ada dalam buku seratusan halaman ini. Cerita-cerita berlatar pandemi juga ada (“Tak ada Pandemi di Tuantu”). Atau kisah bertemakan dunia perempuan yang dikungkung aturan negara dan sistem patriarki (“Pengincar Perempuan Tuantu”) yang berpadu dengan kisah bak dongeng. Dan sisa-sisa cerita lainnya yang kesemuanya akan menggugat perspektif kita yang barangkali naif dan kaku dalam memandang nilai agama.

Buku kumpulan cerpen “Memburu Muhammad” sejatinya adalah buku kedua dari trilogi Islamisme Magis Feby Indriani. Yang lainnya adalah “Bukan Perawan Maria”, dan satunya tidak disebutkan dalam sinopsis buku. Buku yang menarik dibaca di tengah suasana Ramadhan ini.

Dedy Ahmad Hermansyah

Tambahkan Komentar

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: