
Readtimes.id – Program Vaksinasi Covid-19 di seluruh dunia pada kuartal I-2021, membuat sejumlah Lembaga Internasional memberikan prediksi yang menggembirakan mengenai outlook perekonomian global 2021. Serta berakhirnya lockdown di sejumlah Negara Eropa disertai pemulihan ekonomi lebih lanjut bisa membuat perekonomian kembali normal. Namun ada risiko utang besar yang terakumulasi selama 2020.
the Institute of Chartered Accountants in England and Wales (ICAEW), memperkirakan pertumbuhan ekonomi di seluruh Asia Tenggara (ASEAN) kontraksi 4,1% di 2020. Namun kemudian pada 2021 angka pertumbuhan ekonomi ASEAN akan melonjak menjadi 6,2%.
Pemulihan ekonomi di ASEAN pada 2021 sebagian disebabkan low base effect dari 2020 sebagai baseline. Tetapi kebijakan makroekonomi dinilai akan tetap berperan akomodatif, dengan dukungan fiskal yang ekspansif dan suku bunga rendah.
Bagaimana dengan Indonesia?
Pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2021 masih akan dibayang-bayangi oleh dampak pandemi Covid-19. Namun sebagian orang yakin turbulensi akan berakhir karena harapan besar adanya vaksin Covid-19 sebagai game changer yang utama. Beberapa lembaga keuangan dunia dan domestik telah mengeluarkan prediksi ekonomi di 2021.
Beberapa pakar ekonomi memprediksi, ekonomi Indonesia pada tahun 2021 bakal mengalami krisis. Ada beberapa faktor yang mempengaruhinya yaitu, besarnya akumulasi defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), rapuhnya ketahanan fiskal, hingga daya beli masyarakat yang rendah.
Terpuruknya ekonomi Indonesia di tahun 2021 karena dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti banyaknya masyarakat yang kehilangan pekerjaan lantaran pandemi Covid-19. Selain membuat daya beli hancur, juga makin banyaknya utang pemerintah.
Paling penting adalah likuidasi yang ada di masyarakat disedot karena pemerintah berhutang sudah terlalu banyak. Sehingga keseimbangan primer negatif selama enam tahun makin besar. Untuk membayar utang negara harus meminjam dan menerbitkan Surat Utang Negara (SUN). Hal tersebut membuat uang yang beredar di Lembaga keuangan dan masyarakat hanya untuk membeli SUN.
Sementara, pengamat ekonomi politik dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng menilai pemerintah begitu gagap dalam menerjemahkan situasi perkembangan ekonomi global di saat pandemi Covid-19.
“Pemerintah tidak dapat membuat suatu kebijakan yang memberikan satu kepastian bagi jalannya ekonomi di saat pandemi Covid-19. Ini membawa akibat kepada semakin buruknya tata kelola keuangan negara dan BUMN karena sebelum Covid-19 (pandemi) kita sudah lihat bagaimana ambisinya pemerintah dalam menjalankan mega proyek infrastruktur dan itu membebani keuangan negara.
Sehingga Covid-19 datang banyak sekali BUMN yang menjadi korban akibat ekonomi dan tata kelola keuangan negara yang sangat kacau,” Hal itu dikatakannya dalam sarasehan secara daring bertema “National Economic Outlook 2021”,
Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2020 berkisar minus 1,7% hingga minus 2,2%. Proyeksi pertumbuhan ekonomi dari pemerintah tersebut tak jauh beda dengan lembaga internasional.
Asian Development Bank (ADB), memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia berkisar minus 2,2%. Bank Dunia memproyeksikan minus 2,2%. Kemudian Organisasi dan Pembangunan Ekonomi (OECD) mematok minus 2,4%.
Dana Moneter Internasional (IMF) menilai proyeksi ekonomi Indonesia dalam zona positif, dimana ekonomi mulai mengalami rebound pada semester kedua 2020. IMF memperkirakan ekonomi Indonesia akan tumbuh 4,8% pada 2021 dan 6% pada tahun 2022. Proyeksi tersebut ditopang oleh dukungan kebijakan yang kuat, termasuk rencana distribusi vaksin Covid-19 beserta membaiknya kondisi ekonomi dan keuangan global.
Proyeksi IMF pada Oktober 2020 yang memperkirakan ekonomi Indonesia akan tumbuh 6,1 persen tahun ini.
Lembaga internasional seperti Bank Dunia, memprediksikan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 4,4% di 2021. Proyeksi Bank Dunia ini tercatat dalam Global Economic Prospect edisi Januari 2021.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di zona positif menyusul proyeksi pertumbuhan di kawasan Asia Timur dan Pasifik di level 7,4% di sepanjang 2021. Pandangan itu berpijak pada peluncuran vaksin yang efektif pada kuartal I-2021 di negara-negara besar, negara-negara berkembang, dan negara-negara kecil.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi menembus 5% pada September-Oktober 2021. Lalu, ekonomi diprediksi bertahan di level 5% pada Desember 2020, sebagaimana tertuang di asumsi APBN 2021.
Tahun 2021 ini pemerintah juga telah merencanakan anggaran sebesar Rp 403,9 triliun untuk penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi. Dari total dana ini, sebesar Rp 25,4 triliun di antaranya akan dialokasikan untuk anggaran kesehatan. Bahkan anggaran kesehatan ini masih akan ditambah dengan belanja yang tidak terserap 2020.
Anggaran perlindungan sosial dialokasikan sebesar Rp 110,2 triliun. Pemerintah pun masih akan memberikan insentif usaha sebesar Rp 20,6 triliun dan dukungan UMKM serta pembiayaan korporasi senilai Rp 63,84 triliun. Desain kebijakan fiskal yang ekspansif memberikan jaminan bahwa outlook pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2021 akan jauh lebih baik dibanding 2020 yang kontraksi.
Dalam hal ini Bank Indonesia (BI) optimistis perekonomian Indonesia di 2021 akan kembali ke zona positif, bahkan melesat hingga berada di kisaran 4,8% hingga 5,8%. Ketahanan perekonomian di tahun ini ditopang oleh membaiknya sejumlah komponen pembentuk produk domestik bruto (PDB), yaitu perbaikan kinerja ekspor didukung dengan perbaikan pertumbuhan ekonomi global.
Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengakui bahwa hal ini masih sangat bergantung pada perkembangan Covid-19 dan proses vaksinasi. Jika perebakan bisa ditekan dan vaksinasi berhasil menciptakan kekebalan berkelompok atau herd immunity maka akan berdampak positif pada ekonomi.
Konsumsi swasta maupun konsumsi pemerintah juga cenderung akan menguat dengan adanya relaksasi kebijakan social distancing dan vaksinasi massal. Komponen itu bisa kokoh menopang perekonomian domestik seiring dengan bergulirnya stimulus fiskal lewat program perlindungan sosial. Selanjutnya, sumber pertumbuhan ekonomi yang lain datang dari investasi langsung seiring dengan berlakunya Undang-Undang (UU) Cipta Kerja.
Tambahkan Komentar