Judul : Atavisme
Penulis : Budi Darma
Penerbit : Gramedia
Cetakan : Maret 2022
Halaman : 176 hlm
Barangkali tak akan ada lagi sosok penulis atau sastrawan Indonesia yang menyamai Budi Darma. Budi Darma adalah Budi Darma. Karakter unik kepenulisannya adalah milik dia sendiri, dan mungkin tak akan lagi sosok yang setara dengannya.
Novel “Olenka”, kumpulan cerpen “Orang-Orang Bloomington” adalah dua contoh yang bisa sebut sebagai bukti kepiawaian Budi Darma dalam bercerita.
Nampaknya, dua masterpiece ini susah kita golongkan dalam genre serupa yang umum dalam lapangan sastra Indonesia. Budi Darma memang benar-benar segelintir Begawan Sastra.
Nah, pada kuartal pertama tahun 2022 ini, buku kumpulan cerpennya kembali diterbitkan. Judul sampulnya: “Atavisme”. Itu adalah salah satu judul cerita pendek dan termuat dalam cerpen ke-13 dalam buku 176 halaman ini.
Sampulnya sangat menarik, mengingatkan kita pada karakter komik-komik Amerika.
Ada 17 cerpen dalam “Atavisme” ini. Cerita pendek-cerita pendek di dalamnya ditulis dalam rentang 2010—2021. Dan Ketika terbit pada Maret 2022, Budi Darma telah meninggal dunia pada tahun sebelumnya, 2021, tepatnya pada 21 Agustus.
Dia meninggal pada umur 84 tahun. Sayang sekali, Budi Darma tak bisa merayakan kelahiran bukunya ini dan tak sempat membaca respon-respon dari pembaca setianya.
Ke-17 cerpen di dalam “Atavisme” ini sesungguhnya tidaklah menawarkan hal baru dibandingkan cerpen-cerpen Budi Darma yang lain.
Namun demikian, absurditas cerita, nuansa magis, sedikit kocak, yang diceritakan khas tukang dongeng yang sering membuat kita kecanduan masih tetap ada dan sama kuatnya.
Latar luar negeri dengan nama-nama asing masih ada dalam beberapa cerita, pun nama-nama khas ke-Indonesia-an tetap pula ada.
Latar tempat dan waktu beberapa cerita dalam “Atavisme” merentang mulai dari masa kolonialisme hingga masa kemerdekaan. Tapi ini bukan fiksi sejarah, untuk sekadar menekankan.
Sebut saja “Pohon Jejawi” yang berlatar masa kolonial Belanda. Cerpen pembuka yang sangat manis ini akan membuat kita senyum dan mungkin nyaris terbahak-bahak.
Cerita dengan tokoh sentral Henky van Kopperlyk ini mengetengahkan kisah seorang Eropa pegawai pemerintahan Belanda yang hendak menunjukkan kuasanya pada pribumi namun usahanya selalu berbuah kesialan.
Cerpen lain yang berlatar peristiwa sejara, meski tidak selalu masa kolonialisme, adalah “Kita Gendong Bergantian”, “Tukang Cukur”, dan Presiden Jebule”. (coba kalian perhatikan tiga judul ini, nampak mengundang rasa penasaran, bukan?). misalnya, latar cerita “Presiden Jebule” adalah masa lengsernya Presidek Soeharto pada 1998. Lalu “Tukang Cukur” akan membawa kita pada suasana pemberontakan PKI di Madiun pada 1948. Sementara “Kita Gendong Bergantian” membawa kita kembali pada masa kolonialisme Jepang.
Sedangkan cerpen-cerpen lainnya berlatar masa sekarang. Namun nuansa absurd dan magis serta letupan humor tersebar dalam semua cerita, baik yang berlatar masa kolonial atau peristiwa sejarah maupun masa sekarang.
“Atavisme” masih menawarkan seorang Budi Darma yang piawai bercerita bak tukang dongeng.
Budi Darma dikenal sebagai penulis serba bisa: esai, cerpen, novel, bahkan puisi. Meskipun bagi kalangan umum Budi Darma lebih dikenal sebagai penulis fiksi.
Karakter fiksinya cenderung diringkus dalam kategori absurd dan magis. Namun demikian, absurditas yang dihadirkannya adalah nasib dan sifat manusia yang kadang tak bisa ditebak.
Selamat jalan, Sang Maestro. Terima kasih atas buku barumu: “Atavisme” ini.
Tambahkan Komentar