
Judul : Cinta Terakhir Baba Dunja
Penulis : Alina Bronsky
Penerbit : Gramedia
Cetakan : 2021
Halaman : 160 hlm
Mudah sekali untuk jatuh cinta kepada novel tipis 160 halaman ini. Sudut pandang orang pertama, dengan suara seorang nenek sinis keras kepala namun juga kocak—namanya Baba Dunja, kita akan dengan lancarnya mengikuti cerita hingga tak sadar telah sampai ke halaman paling akhir. Apalagi, kita yang baru saja meninggalkan pandemi Covid-19 ini, barangkali akan diingatkan bagaimana rasanya tinggal di tengah bencana. Hanya saja bencana yang dihadapi Baba Dunja adalah radiasi dari ledakan reaktor nuklir Chernobyl 1986 di Rusia.
Tschernowo. Inilah nama kampung yang ditinggali Baba Dunja. Bersama segelintir penyintas lainnya di desa ini, Baba Dunja melewati hari-harinya dengan tenang: menanam sayur, berbincang dengan sahabatnya Bernama Marja, menulis surat untuk putrinya di Jerman, atau sekali-kali mengenang masa lalu semasa keadaan masih baik-baik saja.
Tidak banyak yang tetap atau memilih tinggal di Tschernowo, seperti telah disebutkan. Rata-rata yang memilih tetap tinggal ini adalah lansia. Jarang sekali ada yang mau berkunjung ke tempat ini. Bahkan, warga tetangga kampung mereka, Malyschi, tidak mau menerima jasad orang meninggal di kuburan mereka—bagi warga Malyschi, tubuh orang Tschernowo sudah tercemar radiasi yang berbahaya.
Radiasi yang diceritakan dalam kisah Baba Dunja ini barangkali diketahui oleh banyak orang di seluruh dunia, khususnya yang mengamati sejarah bencana besar yang pernah terjadi. Pada 1986, tepatnya pada 26 April, Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Chernobyl yang terletak di Uni Soviet meledak. Oleh banyak pengamat, ini dianggap bencana kecelakaan reactor nuklir terparah dalam sejarah.
Di dalam kisah Baba Dunja ini, kita akan menemukan dampak radiasi ini pada manusia dan alam itu sendiri. Misalnya, di Tschernowo, burung-burung berkicau terlalu nyaring. Rupanya, itu disebabkan dampak radiasi yang membuat burung betina pergi dari lingkungan tersebut. Yang tersisa tinggal pejantan, dan pejantan ini berkicau sangat keras mencari betina.
Kita kembali ke kisah Baba Dunja. Karakter Baba Dunja ini sinis, keras kepala, cerewet—ya, khas nenek-nenek, mungkin itu yang akan dikatakan banyak pembaca. Tapi, jangan salah, Baba Dunja ini secara tidak langsung dianggap ketua kampung oleh penduduk lainnya. Dia tegas. Dia berani.
Sebelum bencana nuklir terjadi, Baba Dunja bekerja sebagai asisten perawat. Dia banyak berinteraksi dengan kaum ibu-ibu dan anak-anak. Dia membantu proses persalinan, memantau tumbuh kembang anak, dan sebagainya. Dia tidak banyak mengenal orang, tapi orang-orang Sebagian besar mengenal dia.
Tapi ketika bencana nuklir terjadi, banyak dari kaum ibu dan anak ini menjadi korban jiwa atas radiasi nuklir itu. Baba Dunja cerita, pernah ada seorang anak yang baru lahir, lalu meninggal seminggu setelah bencana nuklir. Malangnya, sang ibu bayi tersebut meninggal tak lama setelahnya. Keduanya meninggal oleh penyebab yang sama: radiasi nuklir.
Baba Dunja, dalam narasinya yang tenang sebab itu jadi agak ganjil, kadang melihat mereka di sekitarnya. Ketika dia keluar, orang-orang yang telah mati tersebut dia deskripsikan ada di sekelilingnya. Jegor, suaminya yang juga telah mati, kadang dia gambarkan masih suka menyaksikan dia bekerja. Bahkan, ayam jantannya bernama Konstantin, yang ia sembelih karena usia tua dan dagingnya dibuat sop, kadang dia lihat bertengger di pagar.
Drama atau masalah tiba-tiba muncul mengganggu ketentraman kampung Tschernowo tersebut: seorang pendatang dari luar hendak tinggal di desa tersebut. Pendatang tersebut adalah laki-laki yang membawa anaknya yang masih sehat. Perkara ini, dalam konteks cerita, memang sangat riskan, menyangkut hidup dan mati. Baba Dunja dengan tegas dan keras meminta laki-laki itu pergi. Baba Dunja tidak ingin keputusan laki-laki tersebut justru akan berakibat fatal pada hidup anaknya yang masih kecil tersebut.
Singkat cerita, oleh satu insiden yang tak diharapkan, laki-laki itu mati terbunuh. Seluruh desa mencari jalan keluar atas masalah tersebut. Polisi datang tepat pada hari pernikahan sahabat Baba Dunja bernama Marja (ini drama lainnya yang unik dalam novel ini: kisah cinta masih sama bergairahnya di kalangan lansia). Baba Dunja pasang badan dan menyatakan bertanggung jawab atas insiden tersebut.
Begitulah, cerita kemudian bergulir ke proses pengadilan demi pengadilan. Baba Dunja hampir saja akan melewatkan sisa hidupnya di penjara. Dia rutin menulis surat dari penjara untuk anaknya di Jerman. Kasus Baba Dunja tersebab ke seluruh dunia. Dia didatangi wartawan untuk diwawancarai. Mukanya menghiasi halaman depan media massa. Baba Dunja menjadi terkenal.
Tapi keajaiban tiba-tiba datang: saat hari jadi negara Rusia, beberapa kriminal diberikan kebebasa, termasuk Baba Dunja. Ia bebas, dan kembali kepada cinta terakhirnya: rumahnya dan kampung Tschernowo. Di masa bebasnya ini, Baba Dunja menggunakan kesempatan untuk belajar Bahasa Inggris, agar bisa membaca surat dari cucunya, Laura.
Kisah Baba Dunja ini akan mengisi hati kita dengan keharuan dan simpati—selain rasa geram dan gemas pada barakter Baba Dunja yang cerewet. Kita juga akan memahami, usia tua terkadang bukan halangan untuk terus belajar dan bermimpi. Lihat saja, seperti diceritakan di atas, Baba Dunja sangat menggebu-gebu belajar Bahasa Inggris.
Kisah yang sangat menghibur yang bisa dibaca sekali duduk. Sangat direkomendasikan!
Tambahkan Komentar