Readtimes.id—Presiden Joko Widodo resmi membentuk Badan Pangan Nasional (BPN) yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66/2021 tentang Badan Pangan Nasional. Dalam Perpres ini menyebutkan BPN akan melaksanakan tugas pemerintah di bidang pangan. Apa saja fungsinya?
Pembentukan BPN ini merupakan tindak lanjut dari UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Ciptakerja. Ada beberapa tugas dan fungsi BPN, diantaranya mengkoordinasikan, merumuskan, dan menetapkan kebijakan terkait ketersediaan pangan, stabilisasi pasokan dan harga pangan, kerawanan pangan dan gizi, penganekaragaman konsumsi pangan, kemanan pangan, pelaksanaan pengadaan, pengelolaan, dan penyaluran cadangan pangan pemerintah melalui BUMN, serta pengembangan sistem informasi pangan dan sebagainya.
BPN bertanggung jawab atas sejumlah bahan pangan utama meliputi jagung, kedelai, gula konsumsi, bawang, telur unggas, daging dan unggas, serta cabai.
Selain itu, kebijakan di bidang peningkatan diversifikasi dan pemantapan ketahanan pangan yang saat ini dilakukan badan ketahanan pangan (BKP) Kementerian Pertanian kini akan dialihkan kepada BPN.
Mengapa membentuk BPN Jika sudah ada Kementan?
Landasan hukum BPN dan Kementan sama, yaitu Perpres. Aturan BPN ada di Perpres No. 66 tahun 2021 tentang BPN. Sementara Kementan tertuang dalam Perpres No 45 tahun 2015 tentang kementerian pertanian
BPN dan kementan juga sama-sama bertanggungjawab langsung kepada presiden dan merupakan lembaga pemerintahan. Tetapi tupoksinya berbeda. BPN bertugas di bidang pangan sedangkan Kementan di bidang pertanian. Begitu pula dengan pimpinannya, BPN akan dipimpin oleh seorang kepala sedangkan Kementan oleh menteri.
Beda Bulog dan BPN
Secara dasar hukum lembaga, lebih tinggi Bulog karena berdasarkan peraturan pemerintah (PP) nomor 13 tahun 2016 tentang Perum Bulog. Secara struktural, landasan hukum dan Peraturan Pemerintah lebih tinggi dari Perpres.
Namun, Bulog tidak berganggung jawab langsung kepada Presiden sebab Bulog merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menjalankan penugasan dari pemerintah melalui menteri. Meski demikian, terdapat tugas BPN dan Bulog yang beririsan yaitu terkait harga pangan dan pengelolaan cadangan pangan pemerintah. Hadirnya BPN akan mengambil alih tugas ini.
Menelisik Rasionalitas Pembentukan BPN
Menurut pengamat kebijakan publik Universitas Gajah Mada, Wahyudi Kumorotomo, pembentukan BPN dimaksud untuk perampingan dan efisiensi.
“Sebenarnya amanat untuk membentuk ini sudah terdapat di dalam UU No.18/2012, sebuah produk undang-undang yang telah dikeluarkan sembilan tahun yang lalu. Tampaknya pembentukan BPN terjadi karena beberapa kejadian sehingga pemerintah merasa perlu segera melaksanakan amanah undang-undang pada tahun 2012 itu,” ujarnya.
Menurutnya, konflik antara Bulog dan Kemendang pada tahun 2018 yang terus berulang setiap saat merupakan pemicu dibentuknya lembaga ini. Selain itu, kebijakan pemerintah yang tidak mendukung petani dan peternak juga menjadi pertimbangan.
Peternak di Daerah Istimewa Yogyakarta misalnya, yang secara demonstratif membagi 5.000 ayam kepada siapa saja di jalanan akibat kelambanan impor jagung merupakan salah satu yang menjadi perhatian publik.
Wahyudi juga menjelaskan pembentukan BPN ini memberi spekulasi tentang keinginan Presiden untuk membagi-bagi jabatan baru yang akan memperluas dukungan kepada pemerintah juga cukup masuk akal.
“Jika benar bahwa unsur politisi dari PAN sudah direstui untuk masuk ke kabinet, kemungkinan pengisian BPN dan kocok-ulang kabinet untuk diisi oleh pendukung baru, maka pembentukan lembaga baru ini mungkin tidak lebih dari bagi-bagi jabatan dan upaya untuk terus menggemukkan koalisi pendukung pemerintah,” ungkapnya.
Dengan demikian, jika pertimbangan kedua ini yang digunakan, pembentukan lembaga BPN tidak akan menaikkan kinerja pemerintah. Sebaliknya, inefisiensi dan tumpang-tindih kebijakan akan semakin banyak terjadi.
Dalam lanskap politik nasional, kebijakan membentuk lembaga-lembaga non-struktural yang baru juga cenderung memboroskan anggaran, memperkuat elitisme dan mempertebal kecenderungan oligarki dalam sistem politik.
1 Komentar