RT - readtimes.id

Sudah Tepatkah Pembentukan Badan Pangan Nasional?

Readtimes.id—Setelah dibentuknya Badan Pangan Nasional (BPN) oleh presiden Joko Widodo, banyak pihak yang kemudian mempertanyakan, tepatkah keputusan Presiden ini bagi kesejahteraan rakyat utamanya petani dan peternak?

Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa mengapresiasi pembentukan BPN ini. Menurutnya, pembentukan BPN telah lama diinisiasi, yaitu sejak tahun 2014. Meski dinilai cukup terlambat, perlu diakui pembentukan BPN bukanlah hal yang mudah sehingga butuh waktu lama.

Pembentukan sebenarnya berdasarkan Undang-Undang Pangan Nomor 18 tahun 2012. Namun, Badan ini justru baru dibentuk dengan berbasis UU 11 tahun 2021 tentang Cipta Kerja. Sebelum menjadi BPN, dulu disebut badan otoritas pangan. Badan otoritas pangan ini memiliki dua kewenangan besar sebagai regulator dan orator.

“Cukup disayangkan pembentukannya terlambat,” jelas Andreas.

Dalam draf dua halaman itu dituliskan, badan yang akan terbentuk nantinya harus memiliki kewenangan yang besar untuk mengatur pangan dalam negeri. Meski di Kementerian Prtanian (Kementan) ada Dewan Ketahanan Pangan, tapi menurut Andreas badan tersebut tidak berfungsi sama sekali untuk mengatur masalah pangan di negeri ini.

“Nah, langkah pembentukan BPN ini sudah sangat tepat, karena ini amanat Undang-Undang loh dan memang amat urgent karena kita melihat sendiri bagaimana impor yang terus membengkak,” ungkap Andreas kepada readtimes.id.

Menurut data yang ia terima, tahun 2008 impor pangan mencapai delapan juta ton. Kemudian meningkat drastis sepuluh tahun kemudian di angka hampir 20 juta ton yaitu mencapai 27,6 juta ton.

Selain impor, hal lain yang menjadi persoalan adalah tata kelola pangan di Indonesia yang masih begitu ruwet. Misalnya beras, cabai, telur, dan daging unggas masih memiliki tata kelola yang kurang baik di Indonesia jika dilihat dari fluktuasi (ketidakstabilan) yang begitu tinggi untuk komoditas-komoditas tertentu.

“Jadi itulah mengapa BPN ini menjadi sangat urgent dibentuk saat ini,” ungkapnya.

Untuk memastikan BPN akan berfungsi dengan baik, Andreas mengungkapkan perlunya pengawasan terhadap pengelola dari struktur pusat hingga daerah. Kemudian aturan, fungsi dan kewenangan serta pelaksanaannya juga perlu dikawal dengan baik.

Pengawasan tersebut harus dilakukan mengingat wewenangn BPN sangat besar terutama pada perumusan dan penetapan kebutuhan ekspor dan impor pangan dilakukan oleh BPN dan ini menyangkut nilai yang luar biasa besar. BPN juga memiliki kapasitas besar dalam mengusulkan penetapan peningkatan tarif impor untuk melindungi petani kecil.

Andreas berharap BPN dapat menggunakan instrument dan keweangan yang ada utuk menyejahterakan petani karena fungsi produksi di idonesia sesungguhnya adalah menyejahterakan Petani.

Meski dalam peraturan Presiden (Perpres) tidak tertulis peran BPN untuk menyejahterakan rakyat khususnya petani dan peternak, sehingga hal ini akan bergantung pada pengelola BPN nanti.

“ kalau para pengelola nantinya hanya mementingkan stabilitas pasokan dan harga pangan saja celaka lagi petani kecil” ungkapnya

Ia menilai fungsi tersirat ini amat sangat penting dan BPN tetap memiliki peran besar dalam meningkatkan kesejahteraan petani. Andreas menilai BPN memiliki semua instrument yang bisa digunakan untuk mendukung hal tersebut.

Selain itu, kehadiran BPN bisa membuat Kementerian Pertanian fokus pada produksi. Ia menilai Kementan saat ini fokusnya terbelah antara fokus mendorong produksi pertanian namun tidak bermain dalam pusaran isu pangan.

“Ketika petani kita sejahterakan maka produksi pangan pasti meningkat ketersediaan juga meningkat dan impor dapat dikurangi karena
Impor ini semakin membengkak yang disebabkan oleh stagnasi produksi ya akarnya dari petani yang tidak sejahtera sehingga satu harapan besar saya, BPN harus juga berfokus menyejahterakan petani,” pungkasnya

I Luh Devi Sania

1 Komentar

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: