Judul : Tahun Penuh Gulma
Penulis : Siddhartha Sarma
Penerbit : marjin kiri
Tahun : Desember 2020
Tebal : vi + 248 hlm
Tema penindasan masyarakat lokal oleh pengusaha kongkalikong dengan aparat (dan) pemerintah barangkali sudah sering kita jumpai dalam dunia fiksi. Kita akan menjumpai di sana pengusaha akan membayar dan ‘memperalat’ pemerintah serta aparat bersenjata agar bagaimana ambisi kekuasaannya atas sumber daya alam dapat tercapai. Dan barangkali jarang sekali kita akan temukan yang ditindas dapat menang melawan sang penindasnya.
Namun, “Tahun Penuh Gulma” nampaknya membawa kesegaran baru dalam mengangkat tema lawas tersebut. Dimaksudkan sebagai novel remaja dan meraih penghargaan Neev Book Award 2019 Kategori Young Adults, novel cukup ringkas ini membawa tema perjuangan masyarakat kecil menjadi kisah yang mudah diserap dan membawa kemungkinan mengajak remaja atau usia beranjak dewasa untuk peduli pada isu semacam perjuangan masyarakat adat atau perlawanan rakyat miskin.
Novel ringkas ini menjadi kuat karena Siddhartha Sarma, sang penulis, merupakan seorang jurnalis juga sejarawan asal India. Mata jeli dan detail seorang jurnalis berpadu dengan pengetahuan sejarah seorang sejarawan tentu akan menjadi jaminan novel yang ia tulis akan bernas dan penuh wawasan. Dan terbukti melalui “Tahun Penuh Gulma” ini.
Kisah ini berpusat pada tokoh laki-laki remaja Korok dan remaja perempuan bernama Anchita. Korok adalah tukang kebun yang tekun, sedangkan Anchita adalah anak si pemilik kebun yang dirawat oleh Korok. Ayah Anhchita adalah pejabat yang dimutasi, sedangkan ayah Korok adalah petani yang sementara masuk penjara karena dituduh mencuri kayu—perbuatan yang sepanjang novel tidaklah terbukti.
Meskipun pusat cerita ada pada dua tokoh remaja ini, namun kita akan dibawa masuk lebih jauh pada masalah masyarakat lokal tempat Korok tinggal. Mereka, sama seperti Korok, adalah suku Gondi. Suku ini meninggali sebuah areal kampung yang tanahnya mengandung bauksit, bahan membuat timah.
Suku Gondi memiliki gunung keramat yang disucikan bernama Gunung Devi. Sialnya, gunung inilah yang digadang-gadang oleh pengusaha untuk ditambang. Melalui upaya observasi dan ‘berkedok’ ilmiah, dikirimlah para ilmuwan untuk meneliti gunung tersebut. Dengan dijaga aparat korup, upaya tersebut mendapat perlawanan dari masyarakat Suku Gondi.
Pada upaya pertama, barangkali mereka memang menang. Tapi pengusaha dengan segala perangkat hukum yang mereka punya terus melancarkan strategi untuk mengeruk sumber daya di daerah Suku Gondi. Para pengacara serta aparat yang dibayar pengusaha berusaha memecah belah solidaritas masyarakat Suku Gondi dengan licik. Namun, para tetua juga mengerahkan orang-orang dari Suku Gondi sendiri yang berpendidikan dan berdedikasi. Sepanjang novel konflik-konflik dan adu strategi antara penindas dan ditindas sangat seru untuk diikuti.
Sosok Anchita sendiri menarik disoroti. Ia perempuan yang dekat dengan Korok, tukang kebunnya sendiri. Dan Anchita memiliki simpati sangat tinggi terhadap perlawanan orang-orang Suku Gondi. Dia sering mengajak Korok diskusi serta mengatur strategi, dan pernah membuat presentasi penelitian di depan kelasnya tentang suku Gondi yang dipaksa pindah dari tanah leluhurnya. Anchita sungguh remaja yang penuh kepedulian, kritis, dan berani bertindak.
Novel ini berisi 15 bab, disusun seperti jurnal dengan judul bab dari nama-nama bulan dalam setahun. Dan jika kita perhatikan bagaimana bab pertama dimulai pada April dan berakhir pada Maret (tahun berikutnya), bisa kita simpulkan kisah novel ini memiliki latar waktu setahun lamanya.
Lalu mengapa judulnya “Tahun Penuh Gulma”? Jika kita telaah, gulma di dalam novel ini hadir sebagai yang nyata sekaligus metaforis. Sebagai yang nyata, gulma menjadi musuh Korok dalam merawat kebunnya. Gulma muncul dari dalam tanah, menjadi parasit, dan bakal merusak bunga-bunga yang ia rawat. Sebagai yang metaforis, gulma muncul sebagai raksasa jahat yang akan mengusir Korok beserta orang-orang kampungnya dari tanahnya, dari identitasnya, dari leluhurnya.
“..perusahaan-perusahaan seperti ini, mereka seperti gulma. Kita tidak bisa menghentikannya kalau mereka mau mengambil alih. Mereka kompak, penuh tekad, sangat kuat, dan punya banyak uang… Kalau mereka menginginkan petak bungamu atau desamu atau bukitmu, mereka akan mendapatkannya. Pemerintah akan memaksamu pindah dan memberikan tanahnya kepada mereka.”(hal.49)
Bagian akhir novel ini juga memiliki kemiripan dengan kebanyak film India: Happy Ending yang mengharukan. Suku Gondi menang. Yang menarik adalah, proses kemenangan itu tidak didapatkan dengan cara mudah begitu saja. Namun demikian, sebagai gulma, pengusaha akan terus berupaya mencari strategi lain lagi untuk merampas apa yang bukan hak mereka.
1 Komentar