Readtimes.id– Fatwa haram bagi pinjaman online (pinjol) maupun pinjaman biasa yang mengandung riba telah disampaikan oleh Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Niam Sholeh dalam Forum Ijtima Ulama MUI, Kamis (11/11) lalu. Setelah keputusan tersebut, muncul istilah pinjol syariah, seperti apa perbedaannya?
Fatwa haram bagi pinjol tertuang dalam fatwa Dewan Syariah Nasional MUI tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah.
Meski demikian, bukan berarti seluruh layanan pinjol tidak boleh beroperasi di Indonesia, karena Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan sistem keuangan di Indonesia masih menganut dua sistem, yakni syariah dan konvensional. Oleh karena itu, pinjol konvensional tetap dapat beroperasi dan menyalurkan pinjaman ke masyarakat.
Dikutip dari laman resmi OJK, terdapat 104 pinjol yang terdaftar dan telah diberikan izin usaha per 25 Oktober 2021. Sebanyak 101 pinjol dengan status berizin dan tiga pinjol terdaftar. Dari total tersebut, terdapat delapan pinjol yang masuk dalam jenis usaha syariah.
Jika dalam pinjol konvensional memiliki suku bunga menjadi 0,4 persen per hari, dalam pinjol syariah tak ada istilah bunga, melainkan margin. Mengutip laman resmi Dana Syariah, salah satu pinjol syariah yang telah mendapatkan izin usaha dari OJK itu mematok margin mulai dari 9,9 persen per tahun.
Dana Syariah menyediakan dua produk pembiayaan, yakni dana rumah dan dana konstruksi. Angsuran yang harus dibayar bersifat flat atau tetap setiap bulan dengan komposisi angsuran margin lebih rendah dari jumlah angsuran pokok dari awal hingga akhir.
Selain bunga dan margin, masing-masing pinjol, baik syariah dan konvensional juga menetapkan biaya admin kepada setiap peminjam. Biaya ini biasanya dipotong dari total pinjaman.
Kemudian, masing-masing pinjol, memiliki aturan sendiri mengenai tenor yang ditawarkan kepada peminjam. Tenor adalah jangka waktu pinjaman.
Dalam sistem syariah, terdapat beberapa jenis akad yang dapat dipilih pengguna, di antaranya akad jual beli, akad simpan pinjam, akad saling membantu, dan lain sebagainya. Sementara itu, dalam sistem konvensional, tidak terdapat akad tersebut.
Perencana Keuangan Advisors Alliance Group Indonesia Andy Nugroho mengatakan, sejatinya tidak ada pinjaman syariah yang benar-benar berbasis syariat Islam. Pasalnya, masih terdapat beberapa hal yang tidak mungkin dilakukan dalam urusan pinjaman di masa kini.
“Ketika saya dapat pinjaman dari Anda dan saya tidak bisa melunasi, dalam syariat Islam Anda tidak boleh menagih saya. Nah kalau itu terjadi sekarang, justru akan menimbulkan masalah. Sehingga harus ada kompromi tertentu,” ungkap Andy.
Meski demikian, kompromi atau kebijakan tersebut terus mencari cara untuk mendekati aturan yang berlaku dalam Al Quran dan Hadis. Sebagai contoh, bentuk komprominya adalah tidak menerapkan praktek kekerasan dalam menagih utang, sehingga tidak merugikan baik pengguna maupun penyedia layanan.
Dari sisi syarat peminjaman, pinjol syariah memiliki banyak kesamaan dengan pinjol konvensional. Namun, dalam penggunaan dana pinjaman syariah peminjam tidak boleh menggunakan uang pinjaman untuk kegiatan yang dilarang dalam syariat seperti maysir (perjudian), gharar (ketidakpastian), riba (berbunga), dan haram.
Usai penetapan pinjol haram oleh MUI, Andy menilai jumlah perusahaan pinjol berbasis syariat Islam ini akan meningkat dalam beberapa waktu ke depan.Hal ini pun sejalan dengan upaya optimalisasi pengembangan sistem ekonomi dan keuangan syariah yang disampaikan Wakil Presiden Ma’ruf Amin sehingga dapat menjadi mesin baru perekonomian Indonesia.
Potensi ekonomi dan keuangan syariah menjadi berkembang dan mendukung perekonomian nasional tersebut dapat diukur dari peran Indonesia sebagai pasar muslim terbesar di dunia.
“Potensi Indonesia untuk menjadi kekuatan ekonomi dan keuangan syariah dunia sangat besar; bukan hanya sebagai konsumen, tetapi juga sebagai produsen,” ungkap Wakil Presiden dikutip dari Antara (9/11).
Tambahkan Komentar