RT - readtimes.id

Cukai Rokok Naik, Bagaimana Nasib Petani dan Buruh?

Readtimes.id—Cukai dari industri hasil tembakau (IHT) dikabarkan kembali mengalami kenaikan pada 2022 mendatang. Lantas bagaimana nasib para petani dan pekerja pada industri tembakau?

Pada tahun ini, pemerintah telah menaikkan cukai IHT sebesar 12,05 persen. Rencana kenainkan cukai IHT ini diawali dengan penerimaan cukai pada tahun depan sebesar Rp203,9 triliun.

Pengumuman kenaikan cukai IHT akan dilaksanakan pada November 2021 sambil menunggu angka dan komposisi yang sedang dihitung. Tarif moderat yang diusulkan sebesar 10 persen, kemudian kenaikan tarif cukai IHT secara alamiah   berkisar 8.2 persen hingga 8.5 persen.

Angka tersebut bersalah dari asumsi pertumbuhan ekonomi pada 2022 sebesar 5.2 persen hingga 5.5 persen ditambah inflasi sebesar 3 persen.

Dirjen bea cukai mencatat, meski tahun ini cukai IHT mengalami peningkatan, produksi rokok tidak surut. Malah terjadi pertumbuhan sebesar 4,3 persen secara year on year (yoy).

Hingga september 2021, produksi rokok tercatat sebesar 235 miliar batang, naik dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 226,25 miliar batang.

“Ini mengejutkan, karena di masa pandemi industri rokok merupakan industri yang paling resilience nomor dua setelah makanan dan minuman,” ujar Nirwala Dwi Heryanto, Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai dikutip dari Direktorat Jendral Bea Cukai.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan, dari kenaikan target penerimaan cukai tahun depan, lonjakan cukai IHT bisa mencapai 14 persen hingga 15 persen. Adapun kenaikan target penerimaan cukai tahun depan sebesar 13,27 persen atau menjadi Rp203,9 triliun dari tahun ini Rp180 triliun.  

“Angkanya mencapai 14 hingga 15 persen, berdasarkan perhitungan kenaikan cukai pemerintah. Menurut saya itu masih terlampaui tinggi,” ungkapnya.

Menurut Ahmad, dengan mempertimbangkan kondisi pandemi yang masih membebani daya beli, serta proyeksi penurunan produksi, kenaikan cukai IHT seharusnya bisa di bawah 10 persen.

Angka itu sudah mencakup asumsi pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Terlebih, angka prevalensi merokok pada anak yang turun pada tahun ini seharusnya dapat menjadi pertimbangan untuk kenaikan yang tidak terlalu eksesif.

“Kenaikan yang terjadi sebesar 9 persen sampai 10 persen cukup moderat, bahkan bisa lebih rendah,” ujarnya.

Bila Pemerintah kembali menaikkan tarif cukai secara eksesif tahun depan, dikhawatirkan pelaku IHT tidak mampu bertahan yang dampaknya mengancam mata pencaharian hampir enam juta tenaga kerja dalam mata rantai IHT.

Selain itu, kenaikan cukai ini nampaknya akan berdampak pada para petani tembakau dan para buruhnya karena kenaikan tarif cukai IHT akan meningkatkan pula biaya produksi. Padahal, petani tembakau merupakan salah satu tumpuan perekonomian negara saat ini.

Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Soeseno mengatakan, kenaikan IHT memberikan tekanan pada pabrik, khususnya petani sehingga kondisi tersebut akan berdampak pada bahan baku.

“Harga akan ditekan sebab pabrik tidak mau mengambil risiko dengan harga jual. Maka, pabrikan akan menekan harga bahan baku,” ujar Soeseno.

Soeseno dan rekan Petani tembakau lainnya berharap kenaikan cukai IHT kembali dipertimbangkan secara matang. Terlebih, pandemi Covid-19 membuat produksi tembakau turun sepuluh persen atau setara dengan sekitar 34 ribu ton tembakau petani tidak terserap.

“Harapan kami cukai jangan naik lagi, kami cukup sulit menghadapi cuaca tidak menentu ditambah pandemi ini, jangan lagi kami dibebani, ” ujar Soeseno.

I Luh Devi Sania

1 Komentar

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: