Readtimes.id–Debat kedua pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Selatan dinilai belum menjawab persoalan di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil di Sulawesi Selatan.
Kepala Divisi Hukum dan Politik Hijau Walhi Sulsel, Arfiandi Anas menyayangkan hal tersebut karena wilayah Sulawesi Selatan memiliki ratusan pulau kecil yang juga memiliki permasalahan akibat aktivitas tambang dan krisis iklim
“Dalam debat tadi permasalahan pesisir dan pulau-pulau kecil tidak dimunculkan secara signifikan. Padahal Sulawesi Selatan ini memiliki ratusan pulau-pulau kecil, memiliki garis pantai yang panjang yang juga memiliki permasalahan,” ujar Arfiandi saat dihubungi Readtimes, Minggu 10 November 2024.
Dia menilai masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil di Sulsel adalah kelompok pertama yang paling terdampak akibat bencana krisis iklim dan juga aktivitas tambang. Hal ini menurutnya tidak luput dari kebijakan yang diambil pemerintah sebelumnya.
“Di Kodingareng dan pesisir Makassar misalnya, karena adanya izin tambang pasir laut telah mengakibatkan kerusakan wilayah tangkap. Terjadi migrasi masyarakat di pulau-pulau mencari penghidupan baru di wilayah lain sehingga harus meninggalkan keluarga di pulau karena kesulitan ekonomi, ” ujar Arfiandi.
Baca juga: Debat Kedua Pilgub Sulsel Belum Bahas Isu Perempuan dalam Pembangunan
Selanjutnya kata Arfiandi, di Takalar, karena aktivitas tambang pasir laut yang terus-menerus dilakukan membuat tanggul yang dibangun rusak, begitu pun dengan rumah-rumah warga yang ada di sana.
Mengomentari soal pernyataan paslon nomor urut 01 dan 02 yang dalam debat menyebutkan akan melakukan evaluasi terhadap kebijakan nasional dan merevisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di Sulawesi Selatan dengan melibatkan masyarakat, Walhi Sulsel meminta publik untuk bercermin pada rekam jejak kebijakan pemerintah Sulsel sebelumnya.
“Kan itu bisa dinilai dari rekam jejak mereka, apakah selama menjabat mereka pernah melakukan upaya koreksi kebijakan pusat, contoh saja ini kebijakan RTRW kan justru mereka (pemerintah provinsi) yang terdepan untuk melakukan revisi dan melakukan penyesuaian dengan aturan Undang-Undang Cipta Kerja dimana mengintegrasikan antar RTRW darat dan laut dan tidak melakukan partisipasi publik yang bermakna, ” tambah Arfiandi.
Sementara itu di Makassar, Walhi mengambil contoh kebijakan penanganan sampah, salah satunya dengan cara pembangunan PSEL atau Pengelolaan Sampah Menjadi Energi Listrik yang juga merupakan kebijakan pusat yang kemudian ditindaklanjuti oleh pemerintah kota Makassar, adalah kebijakan yang minim partisipasi publik.
Menurut Walhi, PSEL justru menimbulkan dampak lingkungan yang buruk. Seperti yang terjadi di proyek PSEL Putri Cempo di Surakarta yang menimbulkan bau tak sedap yang mirip bau pembakaran sampah, seringkali tercium oleh masyarakat dan menyebabkan gangguan pada saluran pernapasan.
“Intinya untuk menilai komitmen mereka, kita bisa melihat dari rekam jejak kebijakan-kebijakan sebelumnya yang telah diambil selama mereka menjabat ,” tukas Arfiandi.
Dia juga mengungkapkan bahwa mestinya paslon menawarkan langkah-langkah konkret untuk mengatasi permasalahan masyarakat pesisir dan pulau, salah satunya dengan melakukan revisi RTRW.
“Revisi Perda RTRW terintegrasi dengan penghapusan zona tambang pasir laut dan reklamasi dan lakukan pemulihan terhadap masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil yang terdampak akibat aktivitas tambang pasir laut di Kodingareng, pesisir Makassar, Takalar. Itu dulu kalau berani,” tukasnya.
Seperti yang diketahui debat kedua Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Selatan mengangkat tema, Ekonomi, Infrastruktur dan Tata Kelola Sumber Daya Alam.
Debat Kedua ini diikuti oleh paslon Ramdhan Pomanto-Azhar Arsyad dan Sudirman Sulaiman-Fatmawati Rusdi. (OM)
Baca juga: Debat Kedua Pilgub Sulsel Diharapkan Bahas Isu Perempuan dan Anak secara Komprehensif
Editor: Ramdha Mawaddha
Tambahkan Komentar