RT - readtimes.id

Dilema Sponsor Rokok di Olahraga Indonesia

Readtimes.id– Setiap tahun, tanggal 31 Mei diperingati sebagai hari tanpa tembakau sedunia. Penetapan ini dilakukan WHO pada 1987 untuk menarik perhatian global. Hal ini bukan tanpa alasan, di Indonesia saja, ada sekitar 225 ribu orang yang meninggal akibat rokok atau penyakit lain yang berhubungan dengan tembakau setiap tahunnya.

Banyak penelitian yang menunjukkan bahaya rokok. Ada banyak masalah kesehatan yang diduga disebabkan oleh produk turunan tembakau ini. Kendati demikian hal yang menjadi dilema adalah produk rokok malah kerap muncul sebagai sponsor beragam acara olahraga.

Keberadaan rokok sebagai sebagai sponsor di berbagai industri populer bukanlah barang baru lagi. Selain di olahraga, pihak perusahaan rokok juga kerap tampil untuk membiayai sejumlah acara musik dan biaya pendidikan.

Baca juga: Bintang Padam di Vietnam

Situasi ini pun sudah lama menjadi perbincangan dan perdebatan. Tidak jarang muncul pertanyaan bagaimana bisa olahraga sebagai industri yang lekat dengan upaya menjaga kesehatan, malah menjalin hubungan mesra dengan industri rokok yang secara penelitian diduga berbahaya untuk kesehatan.

Maka tidak heran jika Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pernah gencar meminta seleksi Djarum Beasiswa Bulu Tangkis dihentikan. Pasalnya, ada dugaan tentang pelanggaran aturan yang menampilkan logo Djarum Foundation dan Djarum Badminton Club.

Bukan hanya program di bulu tangkis, kritikan KPAI juga pernah menyasar program PSSI, Garuda Select. Bahkan, PSSI saat itu dinilai melanggaran aturan FIFA selaku induk sepak bola dunia yang melarang industri tembakau masuk ke lini persepakbolaan.

Baca juga: Dari Sulsel untuk Sepak Takraw

Selain di sepak bola dan bulu tangkis, hubungan historis antara olahraga dengan industri rokok juga terjadi di banyak cabang lain di Indonesia. Sebut saja seperti tenis meja dengan Gudang Garam, tenis lapangan dengan Wismilak, dan juga balap dengan Djarum.

Kendati demikian terlepas dari sejumlah dampak kesehatan yang ditimbulkan harus diakui bahwa perusahaan-perusahaan toko tersebut juga datang dengan setumpuk dana yang diperlukan untuk menyokong kegiatan-kegiatan keolahragaan yang selalu butuh uang yang tidak kecil untuk pengembangannya.

Realitas tersebut pun menjadi kenyataan pahit yang sukar ditolak. Olahraga senantiasa membutuhkan dana besar, sedangkan perusahaan rokok dapat menanggulangi hal tersebut dengan cepat. Namun, hal tersebut pun mulai digerus oleh waktu.

Baca juga: Administrasi Olahraga yang Tidak Pernah Sepele

Perlahan namun pasti, kehadiran berbagai sponsor lain pun mulai mengurangi ketergantungan terhadap sponsor rokok. Keberadaan mereka pun juga menjadi alasan untuk mulai melakukan pengetatan terhadap sponsor rokok yang masih mendanai kegiatan olahraga.

Seperti yang terjadi pada Persib Bandung yang menjalin kerja sama dengan Gudang Garam. Alih-alih memasang nama dari rokok tersebut, mereka memasang tagline yang lazim diasosiasikan dengan produk perusahaan tersebut. Hal tersebut dikarenakan sejumlah aturan yang diterapkan terkait kerja sama komersil klub.

Pada akhirnya, dibutuhkan ketegasan dan pendanaan lain untuk benar-benar menghilangkan keterlibatan rokok dari industri olahraga. Di lain sisi, kehadiran produk turunan tembakau tersebut juga menjadi gambaran bahwa butuh keseriusan dan keberanian untuk mengeluarkan dana yang besar jika ingin mengembangkan industri olahraga di Indonesia.

Editor: Ramdha Mawaddha

Jabal Rachmat Hidayatullah

1 Komentar

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: