RT - readtimes.id

Garuda Indonesia di Ujung Tanduk?

Readtimes.id—Maskapai Garuda Indonesia ternyata dikabarkan akan pailit karena kondisi keuangan semakin berdarah-darah akibat pandemi Covid-19. Perusahaan pelat merah ini berada di ujung tanduk lantaran  jumlah penumpang anjlok drastis selama pandemi.

Sejak Juni 2021 lalu, Garuda Indonesia dikabarkan memiliki utang 4,9 miliar dolar AS atau setara Rp70 triliun. Kemudian meningkat sekitar Rp 1 triliun setiap bulan karena terus menunda pembayaran kepada pemasok.

Perusahaan memiliki arus kas negatif dan utang minus Rp 41 triliun. Tumpukan utang tersebut disebabkan pendapatan perusahaan yang tidak bisa menutupi pengeluaran operasional.

Garuda Indonesia akhirnya digugat pailit oleh salah satu lessornya, Aercap Ireland Limited. Aercap mengajukan gugatan pailit tersebut pada 4 Juni 2021 di Supreme Court, negara bagian New South Wales, Australia.

Kemudian gugatan tersebut dicabut kembali karena adanya kesepakatan baru antara Aercap dengan Garuda. Penggugat lainnya yang harus dihadapi Garuda yakni dari PT My Indo Airlines yang merupakan perusahaan penyedia jasa logistik di kawasan Asia. 

Garuda Indonesia beberapa kali disinyalir menunda pembayaran utang yang telah jatuh tempo kepada para krediturnya, sedangkan perhitungan bunga utang pun terus berjalan dan membuat utang semakin membengkak.

Meski kemudian maskapai ini secara resmi lolos dari gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan PT My Indo Airlines, namun bukan berarti posisi Garuda berada pada titik aman.

Sebagaimana diketahui, My Indo Airlines mulai mendaftarkan perkara PKPU terhadap Garuda Indonesia pada 9 Juli 2021 dengan nomor perkara 289/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN Jkt.Pst. Perusahaan ini menggugat Garuda lantaran adanya penunggakan pembayaran sejumlah kewajiban oleh perusahaan pelat merah tersebut.

Pengamat Penerbangan Alvin Lie menilai, lolosnya Garuda dari gugatan PKPU bukan berarti utang perusahaan tersebut lunas. Pada dasarnya, utang yang dimiliki Garuda tetaplah ada, hanya saja perusahaan tersebut tidak jadi dipailitkan.

Garuda juga masih memiliki kesempatan melakukan restrukturisasi atas utang-utangnya, namun semua bergantung pada proses negosiasi yang dilakukan antara Garuda dengan pihak kreditur dan lessor.

“Jadi, ini bukan berarti Garuda diuntungkan atau bernapas lega sementara. Justru penyelesaian utangnya kini dilakukan secara murni bisnis dan tidak ada lagi perlindungan dari negara,” ungkapnya.

Di sisi lain, jika ternyata Garuda kalah dalam sidang PKPU, maka perusahaan ini dapat dinyatakan pailit. Namun, di saat yang sama sebenarnya Garuda juga memiliki kesempatan untuk tidak diganggu para krediturnya selama proses konsolidasi.

“Aset-aset Garuda juga bisa saja dibekukan lalu diserahkan melalui kurator dan dipilih mana yang bisa dijual dan sebagainya,” jelas Alvin.

Dalam upaya penyelamatan utang tersebut, pihak Garuda Indonesia mengungkapkan sudah menambah penasihat keuangan Guggenheim Securities, LLC untuk mengevaluasi alternatif strategis perusahaan menghadapi tantangan akibat pandemi.

Gunggenheim akan bekerja sama dengan penasihat Garuda yang sudah ada yakni PT Mandiri Sekuritas, Cleary Gottlieb Steen &Hamilton LLP dan Assegaf Hamzah & Partners.

Usai lolos dari gugatan PKPU, selanjutnya pihak Garuda akan terus fokus terhdap berbagai upaya restrukturisasi utang dan perbaikan operasional bisnis.

I Luh Devi Sania

Tambahkan Komentar

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: