Readtimes.id—Turunnya harga tes polymerase chain reaction (PCR) disambut baik oleh masyarakat, meski demikian ada beberapa dampak yang ditimbulkan dari kebijakan tersebut, sehingga pemerintah diharapkan tetap mengawasi dengan tepat aturan perjalanan dan pengawasan terhadap pencegahan penyebaran virus corona.
Sekretaris DPD Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA) Bali I Putu Winastra menyatakan harga PCR berdampak sangat besar terhadap tingkat okupansi perjalanan, khususnya untuk wisatawan domestik.
Hal ini dapat dilihat dari daftar pembatalan liburan ke Bali oleh sebagian wisatawan ketika pemerintah menetapkan wajib PCR sebagai syarat perjalanan beberapa waktu lalu.
“Wisatawan asing tidak ada, domestik juga tidak ada karena PCR ini, pekerja pariwisata benar-benar tercekik kala itu,” ungkapnya.
Dengan ditetapkannya harga baru tes PCR, ia memprediksi kebijakan itu akan memberi dampak positif pada sektor perjalanan dan pariwisata. Harapannya, pemerintah bisa menjadikan PCR sebagai parameter perjalanan dengan menekan harga serendahnya.
Winastra mewanti-wanti pemerintah agar tidak menjadikan tes PCR sebagai ladang bisnis kelompok tertentu yang menekan sektor perjalanan yang sudah lesu sejak tahun lalu.
Selain itu, ia juga meminta pemerintah berkoordinasi baik dengan seluruh pemangku kepentingan di lapangan.
“Kami sudah sangat optimis akan ada pergerakan tapi tiba-tiba aturan baru. Levelnya turun malah jadi PCR semua, Bali level 3 malah antigen, level 2 kok PCR? Ya terjadi kebingungan, jadi orang sampai cancel kedatangan ke Bali karena PCR,” pungkasnya.
Sementara itu, Anggota Komisi IX DPR RI, Saleh Partaonan Daulay mengemukakan bahwa pihaknya mengapresiasi langkah Presiden Jokowi menurunkan harga tes PCR yang selama ini membebani masyarakat.
Namun, Saleh juga mengutarakan agar masalah utamanya juga disentuh, yaitu dengan meniadakan tes PCR.
Ia menyatakan tidak semua orang yang naik pesawat memiliki dana berlebih sehingga masih banyak orang yang merasa berat dengan beban membayar tes PCR.
Saleh mengemukakan, tes PCR hanya menjamin calon penumpang negatif saat dites. Namun, setelah tes, orang tersebut tetap rentan terpapar virus.
Sebagai alternatif, pemerintah diminta antara lain untuk menghapus kewajiban tes PCR bagi penumpang pesawat. Bila tes PCR tetap diberlakukan, maka biayanya diharapkan dapat ditanggulangi pemerintah sehingga kebijakan tersebut tidak memberatkan siapa pun.
“Tentu ini tidak mudah. Karena itu perlu perhitungan yang cermat sehingga tidak membebani anggaran pemerintah,” ungkapnya dikutip dari Antara (26/10).
Saleh juga menginginkan agar kebijakan tes PCR diganti dengan tes antigen. Meski tingkat akurasinya lebih rendah dari PCR, namun biaya testing-nya jauh lebih rendah sehingga para penumpang diyakini masih bisa menjangkaunya.
Sebagaimana diwartakan, Presiden Joko Widodo telah meminta agar harga tes PCR turun menjadi Rp300 ribu menyusul kewajiban penggunaan tes PCR untuk syarat moda transportasi pesawat yang mendapatkan banyak kritikan belakangan ini.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi sekaligus Koordinator PPKM Jawa-Bali Luhut Binsar Pandjaitan dalam jumpa pers hasil rapat terbatas evaluasi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang dipantau secara daring dari Jakarta, Senin (25/10), mengatakan masa berlaku tes pun diminta Presiden untuk diperpanjang.
“Arahan Presiden agar harga PCR dapat diturunkan menjadi Rp 300 ribu dan berlaku selama 3×24 jam untuk perjalanan pesawat,” katanya.
Luhut menjelaskan, kewajiban penggunaan PCR yang dilakukan pada moda transportasi pesawat ditujukan utamanya untuk menyeimbangkan relaksasi yang dilakukan pada aktivitas masyarakat, terutama pada sektor pariwisata.
1 Komentar