Readtimes.id—Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung dinilai sulit balik modal lantaran saat ini hanya mengandalkan penghasilan dari tiket saja. Masyarakat dinilai akan memilih alternatif transportasi lain yang lebih terjangkau.
Selain itu, kereta cepat kemungkinan tidak akan menjadi transportasi favorit masyarakat, artinya moda transportasi yang satu ini kemungkinan akan sulit dilirik penumpang.
Salah satu alasannya adalah tiket kereta cepat dipatok terbilang mahal, yaitu di atas Rp200 ribu. Jika dibandingkan dengan tarif kereta reguler yang hanya berkisar Rp100 ribuan yang melayani rute Jakarta-Bandung saat ini, Argo Parahyangan, tarif ini jauh lebih mahal.
Proyek ini juga dinilai oleh Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Faisal Basri sebagai proyek yang mubazir dan tidak menguntungkan serta sulit balik modal.
Tak hanya kereta cepat, dari paparan Faisal, dia menunjukkan Bandara Kertajati, Pelabuhan Kuala Tanjung, dan LRT Palembang juga termasuk.
“Ini proyek mubazir, nggak karu-karuan, kereta cepat mau disuntik pakai APBN, Bandara Kertajati lebih baik jadi gudang ternak aja. Pelabuhan Kuala Tanjung dibangun dekat Belawan, kemudian LRT Palembang. Kesimpulannya kesalahan pucuk pimpinan,” ungkapnya.
Bukan cuma tiketnya saja yang mahal, stasiun kereta cepat juga dinilai kurang strategis meskipun menawarkan kecepatan perjalanan. Bisa jadi publik tetap memilih Argo Parahyangan yang perjalanannya 3 jam dari Jakarta-Bandung karena mudahnya akses dari pusat kota walaupun kereta cepat sudah beroperasi.
Untuk naik kereta cepat, orang Jakarta mesti menuju ke kawasan Halim yang berada di ujung timur Jakarta yang menurutnya cukup jauh dari pusat kota. Sementara di Bandung, stasiun kereta cepat mentok di Padalarang, yang artinya harus menempuh perjalanan tambahan 25 kilometer untuk sampai ke pusat kota Bandung.
Alternatif dari kereta cepat pun banyak, bahkan lebih mudah dan tak kalah cepat. Misalnya saja jalan tol, sepanjang Jakarta ke Bandung jalan tol sudah tersambung dengan baik. Bahkan penambahan rute jalan tol pun terus dilakukan.
Meski demikian, Faisal meyakini Indonesia akan survive jauh lebih baik dari krisis 1998. Menurutnya, setiap krisis ada kesempatan di dalamnya.
“Saya yakin dunia usaha di Indonesia itu akan mampu survive, jauh lebih ringan dari krisis 98. Setiap krisis, setiap badai, goncangan setiap ancaman, ada opportunity bagi kita semua juga untuk melakukan sesuatu yang baru dengan cara yang berbeda untuk menghasilkan yang lebih baik,” jelasnya.
Tambahkan Komentar