Readtimes.id– Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022 baru saja diumumkan. Angka stunting di Sulawesi Selatan menunjukkan adanya penurunan namun belum menyentuh target.
Berdasarkan data yang dihimpun readtimes.id dari Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan, angka stunting di Sulsel berdasarkan Hasil Studi SSGI pada 2022 hanya turun di angka 27,2 persen dari 27, 4 persen pada 2021. Sementara untuk pengukuran menggunakan data Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM) dari 9,08 persen turun menjadi 8,61 persen.
Jika dilihat tentu ini masih jauh dari target nasional bahkan dari target Sulawesi Selatan sendiri yang sejak 2021 lalu telah menargetkan stunting turun di angka 24,59 persen.
Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Sulsel Andi Nurseha mengakui Sulsel memang belum mencapai target bahkan saat ini angkanya masih di atas prevalensi nasional yang terakhir menunjukkan angka 21,6 persen.
Sejumlah upaya menurutnya telah dilakukan pemerintah Sulsel untuk menurunkan angka stunting ini.
Diantaranya melalui program Gammara’na atau Gerakan Masyarakat Mencegah Stunting Sulawesi Selatan sejak 2020. Program ini menurunkan tenaga pendamping gizi di Kabupaten/Kota yang prevalensi stuntingnya tinggi.
Selanjutnya adalah program Aksi Stop Stunting pada 2022 yang rencananya akan dilanjutkan 2023. Tidak jauh berbeda dengan program Gammara’na, Aksi Stop Stunting juga menurunkan tenaga pendamping gizi di Kabupaten/Kota.
Totalnya ada 24 Kabupaten/Kota. Dari 24 itu akan difokuskan menjadi 5 lokus desa atau kelurahan yang memiliki prevalensi stunting tertinggi untuk didampingi.
“Dan berdasarkan hasil evaluasi kami tahun lalu, program Aksi Stop Stunting tahun ini akan kami tambah sumber dayanya. Yaitu bukan hanya berbicara tentang SDM atau petugas saja, melainkan perlengkapan penunjang yang akan digunakan oleh para petugas pendamping gizi di Kabupaten/kota terkait, ” ujar Nurseha pada readtimes.id pada Rabu, (25/1).
Menurutnya selama ini alat penunjang yang digunakan oleh para tenaga pendamping di wilayah lokus masih sangat kurang, berbanding terbalik dengan jumlah daerah yang harus didampingi. Dan Hal ini sangat berpengaruh pada hasil pemeriksaan stunting.
Baca Juga: Dibalik Lambannya Penurunan Angka Stunting di Tanah Air
“Misalnya alat pengukur antropometri itu masih sangat kurang jumlahnya. Bahkan untuk memenuhi itu tidak sedikit posyandu kita pakai dacin dan meteran tukang jahit untuk melakukan pengukuran, dimana hasil ukurannya sudah pasti akan bias,” tambah Nurseha.
Lebih lanjut terkait komitmen dan inovasi pemerintah Sulsel untuk menurunkan angka stunting, menurut Nurseha sudah sangat luar biasa. Baik dari program maupun alokasi anggaran dari setiap organisasi perangkat daerah maupun kerja sama dengan swasta.
Baca Juga : KPK Sebut Dana Penurunan Stunting di Daerah Rawan Dikorupsi
Kendati demikian, sekali lagi keberhasilan program maupun kuatnya komitmen itu hanya dapat diakui ketika target berhasil dicapai di lapangan.
Menurunkan angka stunting memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Masyarakat pun menanti inovasi baru dari Pemerintah Sulawesi Selatan untuk menurunkan stunting. Jika tidak bisa mengejar di angka nasional 14,0 persen minimal tahun ini bisa mencapai angka 18,59 persen seperti yang telah ditargetkan.
“2023 target kami 18,59 persen,” pungkas Nurseha.
43 Komentar