Readtimes.id—Pemerintah berencana mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) atas jasa pendidikan, termasuk sekolah sebesar 7 persen. Padahal, kini sekolah dikecualikan dalam objek Jasa Kena Pajak (JKP).

Rencana kebijakan tersebut tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Kebijakan ini sedang dibahas oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama Panitia Kerja RUU KUP Komisi XI DPR RI.
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengatakan, saat ini pemerintah masih fokus dalam menangani pandemi serta fokus memulihkan ekonomi. Ia membenarkan saat ini pajak pendidikan tengah dibahas bersama DPR.
Kendati demikian, fokus pembahasannya adalah untuk menyiapkan landasan pendidikan yang lebih adil dan menyiapkan administrasi pendidikan untuk diterapkan pascapandemi.
Selain itu, Yustinus menegaskan bahwa pemerintah memastikan wacana penerapan pajak pendidikan masih jauh serta perlu ketelitian dalam merancang dengan menilai masukan dari banyak pihak, juga sasarannya akan sangat fokus dan terbatas.
“Lebih penting lagi kami bukan fokus pada mengenakan pajaknya, namun lebih dalam urusan administrasi dan mendorong agar lembaga pendidikan taat dan komitmen dalam pendidikan nirlaba tersebut,” kata Yustinus dalam Talk show di salah satu televisi swasta, Selasa (7/9/2021).
Di sisi lain, pengamat pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan pemerintah perlu memberikan perhatian terhadap jenis pendidikan yang dikenakan PPN.
Pemerintah sebaiknya mengecualikan PPN terhadap sekolah dengan Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), misalnya, sekolah negeri. Selain itu, jasa pendidikan swasta, seperti sekolah-sekolah di bawah naungan Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama (NU) juga harus dikecualikan.
Fajry mengatakan sekolah negeri dan lembaga pendidikan swasta pun banyak yang masih menyasar kelompok menengah bawah. Banyak dari mereka yang tidak bisa masuk ke sekolah negeri akhirnya masuk ke sekolah swasta.
Namun, ada pula warga kelas menengah yang masuk ke sekolah swasta karena kualitas sekolah negeri di daerah tersebut kurang meyakinkan.
“Maka dari itu, pengenaan PPN perlu menyasar ke jenis jasa pendidikan tertentu, seperti sekolah eksklusif dengan iuran tertentu atau jasa pendidikan yang bukan merupakan jasa pendidikan yang sifatnya wajib, misalnya berbagai jenis les atau kursus,” ujar Fajry.
Pemerintah dalam jangka waktu singkat dinilai tidak bisa dan belum saatnya menjadikan jasa pendidikan sebagai objek PPN. Sebab, kualitas dan sistem pendidikan masih rendah.