RT - readtimes.id

NIK-NPWP untuk Reformasi Pajak

Readtimes.id—Pemerintah berencana menggunakan nomor induk kependudukan (NIK) sebagai nomor pokok wajib pajak (NPWP) sebagai bentuk pengawasan kepatuhan wajib pajak agar lebih efektif dan efisien. Kebijakan ini pun dinilai sebagai bentuk reformasi administrasi pajak.

Menteri Keuangan Sri Mulyani juga menerangkan hal serupa. Ia berharap penambahan fungsi NIK menjadi NPWP juga bisa meningkatkan efisiensi dan efektivitas.

Penggabungan ini merupakan salah satu bentuk reformasi perpajakan yang tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research institute (TRI), Prianto Budi Saptono mengatakan kebijakan ini merupakan salah satu bentuk reformasi perpajakan pada bidang administrasi.

“Salah satu prinsip adminstrasi pajak adalah ease of administration yang di antaranya mencakup simplicity, clarity, certainty, dan efficiency. Jadi, penggunaan NIK sebagai NPWP memenuhi kriteria,” ungkapnya secara tertulis kepada Readtimes.id, Rabu (6/10/2021).

Menurut Prianto, pada gilirannya Kantor Pelayanan Pajak dapat menekan biaya administrasi, sedangkan wajib pajak tidak terbebani oleh biaya kepatuhan pajak sebagai akibat dari pelaksanaan kepatuhan pajak mereka.

Ia berharap kebijakan ini akan efektif untuk mengejar pengemplang pajak. Alasannya adalah karena salah satu kendala dari perpajakan adalah data. Pengumpulan data selama ini masih sangat beragam dan tumpang tindih pada data yang masuk ke Direktorat Jendral Pajak (DJP).

“Sebagian besar data dari ILAP (Instansi Pemerintah, Lembaga, Asosiasi, dan Pihak Lainnya) sesuai Pasal 35A itu sangat beragam. Contohnya adalah tidak ada NPWP, tanpa NIK, alamatnya ada di luar negeri,” jelasnya.

Saat ini, pada akhirnya DJP mengakui ada keterbatasan ruang fiskal di Naskah Akademik RUU KUP 2021. Salah satu faktornya adalah keberagaman data dari ILAP dan data hasil pertukaran informasi untuk kepentingan perpajakan atau Automatic Exchange of Information.

Dengan pendekatan penggunaan NIK sebagai NPWP, ada kemudahan bagi KPP melakukan pengecekan data karena NPWP dan NIK akan sama. Jadi DJP bisa lebih cepat melakukan data matching atau perbandingan data dari berbagai sumber.

Dirinya juga menjelaskan bahwa tidak ada masalah ketika DJP punya kebijakan mengintegrasikan NPWP ke dalam NIK, namun ini berarti tidak semua orang pribadi yang punya NIK harus punya NPWP. Karena, pemberian NPWP harus memenuhi unsur subjek hukum dan objek hukum. Secara subjek hukum (kewajiban pajak subjektif), pemilik NIK pasti merupakan subjek hukum di mata UU Dukcapil dan UU Pajak.

Akan tetapi, ketika orang pribadi tersebut belum memiliki penghasilan atau memiliki penghasilan di bawah PTKP sesuai Pasal 7 UU PPh, otomatis persyaratan objek hukumnya belum terpenuhi. Dengan kata lain, persyaratan kewajiban pajak objektifnya belum terpenuhi, sehingga orang yang punya NIK tersebut belum wajib memiliki NPWP.

“Jadi, saya melihat DJP tidak akan gegabah menetapkan semua pemilik NIK akan mendapatkan NPWP. Contohnya, pelajar SMA di atas 17 tahun atau mahasiswa secara umum sudah memiliki NIK dan KTP, tapi mereka belum wajib ber-NPWP ketika tidak memiliki penghasilan atau penghasilannya masih di bawah Rp54 juta pertahun,” tutupnya.

I Luh Devi Sania

Tambahkan Komentar

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: