RT - readtimes.id

Parasite (2019): Potret Kemiskinan di Korea Selatan

Ketika mendengar negara Korea Selatan yang pertama teringat pasti drama, film, grup idol, bahasa, dan budayanya yang menarik. Tidak ketinggalan jaringan internetnya yang sangat lancar sampai PC-Bangs (kafe internet) menjadi salah satu tempat yang ingin dikunjungi oleh wisatawan.

Dibalik semua kemewahan yang sering dilihat, Bong Joon Ho lalu datang membawa kehidupan Korea Selatan yang berbeda naik ke layar kaca hingga menjadi sebuah perhatian dunia dan berhasil meraih empat piala Oscar dari perhelatan Academy Award ke 92. Film ini dengan terang-terangan membawa perbedaan antara si kaya dan si miskin yang dibungkus dengan cerita sederhana juga bumbu kejutan diakhir cerita.

Permulaan dalam film ini menampilkan keluarga miskin Kim Ki-taek (Song Kang-ho), istrinya Choong Sook (Jang Hye-jin), dan kedua anaknya Ki-woo (Choi Woo-shik) dan Ki-jeong (Park So-dam) tinggal disebuah semi-basemen, di Korea dikenal dengan sebutan Banjinha.

Adegan-adegan awal yang dibawa secara humoris, dimana Ki-woo dan Ki-jeong mencari jaringan sinyal wifi gratis di dekat jamban toilet. Berjongkok berdua di dalam ruangan sempit tidak menjadi masalah bagi keduanya bahkan terlihat seperti begitulah kehidupan mereka sehari-hari yang harus dijalani demi menumpang jaringan internet tetangga.

Memasuki bagian menarik yakni Ki-woo ditawarkan menjadi guru les seorang siswi dari keluarga kaya. Ketika Ki-woo berkunjung untuk melakukan wawancara, terlihat dengan jelas perbedaan antara perumahaan untuk si kaya dan banjinha untuk si miskin.

Keluarga kaya Park memiliki halaman yang luas yang tidak pernah dilihat Ki-woo, yang setiap harinya hanya melihat pemandangan jalanan dan pemabuk yang sering kencing di depan jendela rumahnya yang sejajar dengan trotoar jalan.

Kehidupan kontras tersebut nyatanya bukan hanya sekedar fiksi yang ditulis oleh penulis film Parasite namun itu adalah kenyataan yang terjadi di negara Ginseng. Banjinha bukan hanya sekedar sebutan untuk semi-basemen tetapi menjadi sebuah tempat tinggal banyak orang.

Tahun 2015, lebih dari 36.000 warga Korea Selatan tinggal dirumah semi-basemen. Banyak yang dibangun pada 1970-an sebagai bunker untuk potensi serangan Korea Utara yang kemudian dimodifikasi secara sembarangan sebagai unit sewa yang berdiri sendiri untuk memenuhi permintaan perumahaan yang melonjak.

Satu satu klimaks dalam film ini – yang mungkin – Bang Joon Hoon terinspirasi dari banjir yang menenggelamkan 9.000 unit banjinha ketika hujan lebat selama liburan Chuseok menyelimuti Korea Selatan tahun 2010, dimana adegan saat Cho Yeo-jeong menganggap hujan sebagai sebuah anugrah namun bagi keluarga Kim adalah sebuah malapetaka yang membuat keluarganya harus kehilangan tempat tinggal.

Ada banyak kritik yang Bang Joon Hoon bawa ke dalam film ini – yang menjadi perhatian karena selama ini Korea Selatan terkenal dengan kemajuannya namun kenyataannya menyimpan banyak duka bagi mereka yang berusaha bertahan hidup di banjinha.

Ona Mariani

Tambahkan Komentar

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: