Readtimes.id– Di tengah wacana tarik-ulur jadwal Pemilu yang belum juga menemui kesepakatan, pembentukan tim seleksi KPU dan Bawaslu juga menjadi tugas pemerintah yang mendesak dilaksanakan.
Ini penting, mengingat sesuai pasal 22 Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, tim seleksi ini harus ditetapkan paling lama enam bulan sebelum berakhirnya masa keanggotaan KPU dan Bawaslu periode sebelumnya. Menurut jadwal, masa keanggotaan tersebut akan segera berakhir pada 11 April tahun depan. Itu artinya pemerintah harus segera membentuk tim seleksi ini paling lambat 11 Oktober.
Baca Juga : Tarik Ulur Jadwal Pemilu, Apa Kabar Kesiapan Penyelenggara
Kendati demikian, hingga kini belum nampak adanya sikap atau pernyataan dari pemerintah terkait pembentukan tim seleksi KPU dan Bawaslu dalam waktu dekat.
Dihubungi readtimes.id, Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri, Bahtiar, mengungkapkan bahwa belum ada kepastian jadwal dari Presiden Joko Widodo terkait pembentukan tim seleksi KPU dan Bawaslu periode berikutnya.
Kendati demikian menurutnya dalam tahapan pembentukan tim seleksi, publik diperbolehkan untuk mengusulkan tokoh masyarakat yang pantas jadi tim seleksi.
“Publik boleh usulkan tokoh masyarakat yang pantas jadi tim seleksi dengan memperhatikan kemampuan dan rekam jejaknya,” terangnya pada readtimes.id
Sesuatu yang pada 6 Oktober menjadi tuntutan dari Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu 2024 yang terdiri atas 13 organisasi yakni AMAN, ICW, IPC, JPPR, KoDe Inisiatif, KISP, KIPP, Netfid Indonesia, Netgrit, Perludem, Pusako FH UA, Puskapol UI, dan SPD dalam sebuah webinar bertajuk “Apa Kabar Tim Seleksi KPU dan Bawaslu”.
Dalam tuntutannya, koalisi ini mendesak agar pemerintah segera membentuk tim seleksi KPU dan Bawaslu seperti yang telah diamanatkan undang-undang selambat-lambatnya 11 Oktober mendatang melalui pernyataan yang dibacakan di sela-sela diskusi.
Adapun selain itu, 13 organisasi ini juga menuntut beberapa hal, yakni meminta Presiden membentuk tim seleksi yang memahami kompleksitas permasalahan Pemilu. Seperti yang disampaikan oleh Nurul Amalia dari Perludem. Menurutnya ini penting karena selain memperhatikan penyelenggaraan pemilu yang dasarnya sangat kompleks, juga karena pelaksanaan Pemilu 2024 berbarengan dengan pelaksanaan Pilkada.
Figur-figur yang mempunya kiprah dalam pemilu Indonesia dan memahami seluk beluk persoalan pemilu menjadi sesuatu yang penting untuk diperhatikan oleh Jokowi.
Selanjutnya adalah keterwakilan perempuan juga menjadi perhatian oleh koalisi ini. Adalah Fuadil Ulum dari Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia yang menyampaikan bahwa keterwakilan minimal 30 persen perempuan seperti yang diamanatkan oleh undang-undang sejatinya harus dipahami sebagai jumlah minimal, bukan jumlah maksimal.
“Jadi sangat bisa keterwakilan perempuan melebihi 30 persen sebenarnya. Dan menyalahi aturan ketika di bawah 30 persen,” terangnya.
Lebih jauh pihaknya juga mendorong agar dalam penentuan jadwal tahapan seleksi pemerintah juga sensitif terhadap perempuan yang mana dalam waktu tertentu terkadang memiliki keterbatasan waktu dibanding dengan laki-laki yang lebih fleksibel.
Sedangkan dalam konteks transparansi, Aqidatul Izza Zain dari Sindikasi Pemilu Demokrasi (SPD) meminta agar ke depan pemerintah bisa melibatkan publik untuk menilai kualitas tim seleksi tersebut. Segala prosesnya harus transparan dan akuntabel. Hal ini tidak lain untuk menghindari adanya tim seleksi “titipan” partai politik, maupun pihak -pihak tertentu yang ingin meraup keuntungan tertentu.
Baca Juga : Di Balik Wacana Pengunduran Jadwal Pemilu 2024
1 Komentar