RT - readtimes.id

Tumbuh Bersama MIWF

Readtimes.id– Pagelaran festival tahunan penulis internasional pertama di Indonesia Timur –Makassar International Writers Festival– tahun 2024 telah usai. Seperti tahun-tahun sebelumnya, Rumah Budaya Rumata’ kembali berhasil menyajikan festival yang dapat dinikmati seluruh masyarakat khususnya di Kota Makassar.

Banyak pengunjung lama yang kembali datang menikmati festival yang juga mengkampanyekan nir-sampah dan rendah karbon ini. Mereka datang bersama keluarga juga sahabat.

Bagi mereka MIWF adalah festival tahunan yang selalu ditunggu dan mempunyai tempat tersendiri di tengah padatnya rutinitas.

Tari (43) seorang pengunjung yang datang bersama keluarganya menceritakan pengalamannya mengikuti MIWF dari tahun ke tahun. Menurutnya Makassar beruntung mempunyai festival ini.

“Saya dan keluarga mengikuti MIWF sejak 2016 dengan tema berbeda-beda. MIWF adalah festival yang punya tempat tersendiri. Karena terus terang jarang kami di Makassar mendapatkan festival yang ramah untuk segala usia, mengedukasi dan menghibur dalam satu waktu. Makassar beruntung punya ini (MIWF) ,” ucapnya.

Foto: Tari dan keluarga pengunjung MIWF / Ona (Readtimes)

Sebagai seorang ibu, dia juga menceritakan bagaimana festival ini adalah ruang ia mengajarkan membaca dan bersosialisasi pada anak-anaknya. Tari ingin anak-anaknya tumbuh menjadi sosok yang mengenal diri dan lingkungannya.

“Tahun ini saya datang bersama dua anak saya dan keponakan. Saya dan suami terus terang merasa ini adalah ruang yang tepat mengenalkan mereka dengan bacaan dan lingkungan sekitar. Kami ingin mereka tumbuh menjadi anak-anak yang mengenal diri dan lingkungannya,“ tambahnya.

Harapan Tari sebagai sosok ibu adalah harapan yang juga sama dimiliki oleh orangtua Jasmine Isobel Hanan Badriyah ketika mengajak putri kecilnya itu ke festival ini beberapa tahun silam.

Kini Jasmine Isobel Hanan Badriyah atau lebih senang dipanggil Bobel telah berusia 14 tahun. Putri kecil yang dulu menjadi pengunjung bersama ayah dan ibunya, tahun ini kembali dengan identitas lain.

Bobel tahun ini menjadi volunteer dari festival yang pada 2020 lalu mendapatkan penghargaan dari London Book Fair itu sebagai festival sastra terbaik.

“Saya masih kecil sekali saat diajak ke MIWF pertama kali. Saat itu saya senang sekali karena banyak orang-orang baru di sini. Saya suka bertemu orang,“ kenang Bobel.

Foto: Bobel yang sejak kecil diajak ke MIWF / Ona (Readtimes)

Dia menceritakan bagaimana ayah dan ibunya selalu mempunyai jadwal khusus untuk mengajak dirinya ke MIWF setiap tahun. Hal sederhana yang akhirnya membuat dia tumbuh menjadi sosok gadis yang punya beragam sudut pandang.

“Di sini akhirnya saya bisa melihat orang dengan banyak warna dan karakter. Di sini saya juga melihat bagaimana persoalan harus dipecahkan dengan berbagai sudut pandang. Banyak perspektif baru yang saya dapatkan di sini. Dan itu adalah salah satu alasan kenapa tahun ini saya mau jadi volunteer. Saya mau ketemu banyak orang dengan ciri khas mereka,” tambah Bobel.

Dia berharap festival ini selalu ada. Menurutnya, anak muda khususnya di Makassar harus tumbuh dengan event – event seperti ini agar mereka bisa belajar menghargai diri sendiri dan orang lain.

MIWF Tidak Hanya untuk Makassar

Jaraknya sekitar 53 kilometer dari kota Makassar. Pangkep, adalah tempat tinggal Suryadi Anshari (32) seorang wiraswasta yang juga menjadi pengunjung MIWF. Mengikuti MIWF dari tahun 2016, baginya MIWF adalah ruang untuk menghidupkan kembali kesenian daerah.

“Saya mengikuti MIWF sejak tahun 2016. Saya senang kembali ke tempat ini (MIWF). Bagi saya ini bukan hanya ruang untuk para sastrawan tapi juga seniman lokal untuk menunjukkan bahwa kami masih ada,” ucap Suryadi yang kini juga menjabat sebagai Sekretaris Dewan Kesenian Pangkep.

Foto: Sekretaris Dewan Kesenian Pangkep Suryadi Anshari / Ona (Readtimes)

Menurutnya, meski MIWF diselenggarakan di Makassar tapi dengan semua penampilan dan program yang digagas ini dapat mewakili Sulawesi Selatan.

“Bagaimana budaya kita tentang Bissu mendapatkan tempat, musik, kebiasaan dan kepercayaan masyarakat Sulawesi, ini adalah ruang yang sangat besar. Mungkin tempatnya saja di Makassar. Tapi bagi saya MIWF milik semua masyarakat di Sulawesi Selatan, “ kata Anshari.

Hal ini yang juga dirasakan oleh Rinawati Utari Rifai (23) seorang volunteer asal Kabupaten Gowa yang juga memandang MIWF adalah festival untuk semua kalangan tidak terkecuali mereka yang berada di luar Makasar. Rina menceritakan bagaimana antusiasmenya terlibat dalam event ini sejak 2019 namun baru lolos menjadi volunteer pada 2024.

“Saya mendaftar 2019 tapi baru lolos itu 2024. Ya meskipun harus mendaftar berulang kali, tapi untuk event sekelas MIWF saya mau. Ini adalah event yang mengajar saya banyak hal, “ kata Rina.

Foto: Volunteer MIWF 2024 Rina / Ona (Readtimes)

Lulusan pendidikan bahasa dan sastra Indonesia di sebuah kampus negeri ternama di Kota Makassar ini menceritakan bahwa MIWF telah mempertemukan ia dengan banyak penulis idolanya.

“Dulu buku-bukunya saya baca dan koleksi, tapi di sini ( MIWF) saya ketemu dengan penulisnya langsung. Berinteraksi dengan mereka dan bagaimana proses kreatif mereka di balik karya-karya itu, saya banyak belajar. Dan di sini saya juga baru menyadari bahwa mereka itu sebenarnya sama seperti kita,” tambah Rina.

Rina berharap MIWF selalu ada. Menurutnya MIWF adalah sebuah festival yang secara tidak langsung akan membentuk pola pikir masyarakat . Mereka yang tumbuh dengan MIWF menurutnya akan menjadi sosok yang berani berbeda dan menghargai perbedaan.

“Di sini adalah tempat kita merayakan perbedaan,“ pungkas Rina.

Editor: Ramdha Mawadha

Jabal Rachmat Hidayatullah

Tambahkan Komentar

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: