Badan Pusat Statistik (BPS) baru saja mengumumkan inflasi tahun 2020 1.68%. Itu inflasi terendah sepanjang sejarah sejak BPS meriilis data Inflasi pada 2004 lalu.
“Jadi ini memang terendah angkanya sejak BPS merilis angka inflasi kita,” kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Setianto, Senin (4/1).
Dalam kondisi normal, inflasi rendah sebenarnya hal yang positif, sebab itu mengindikasikan permintaan terhadap barang dan jasa dapat dipenuhi oleh produksi yang melimpah juga. Namun dalam kondisi pandemi khususnya Indonesia, inflasi rendah menandakan kelesuan ekonomi.
Rendahnya inflasi menunjukkan daya beli masyarakat turun derastis. Kebanyakan mereka menahan pengeluaran karena kondisi perekonomian yang tidak pasti. Penerapan PSBB juga membuat permintaan barang dan jasa menurun karena aktifitas sosial dibatasi. Akibatnya penawaran berlebih.
Bahkan di momentum bulan ramadhan 2020, yang biasanya permintaan akan meningkat dari bulan-bulan sebelumnya, juga terjun bebas. BPS mencatat inflasi selama April 2020 sebesar 0,08%, lebih rendah dari bulan Maret sebesar 0.10%. Tahun 2019 lalu di bulan ramadhan, inflasi bahkan menyentuh angka 0.68%.
Sementara itu, realisasi anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tahun 2020 hanya sebesar Rp 579.98 trilliun. Angka itu lebih kecil dari yang dianggarkan sebesar Rp 695.2 trilliun. Padahal pemerintah menyiapkan dana PEN untuk menstimulus pertumbuhan ekonomi yang anjlok selama pandemik, termasuk daya beli masyarakat.
Namun pemerintah optimis ada perbaikan perekonomian di tahun 2021. Hal itu didukung oleh data angka ekspor yang meguat 3,1% memasuki kuartal IV 2020. Pemerintah juga memperkirakan proses vaksinasi bisa dimulai pada awal tahun 2021 sehingga kondisi bisa kembali normal.
Pemerintah juga tetap melanjutkan alokasi anggaran untuk PEN di tahun 2021. Meskipun angkanya mengecil menjadi Rp 365.5 trilliun, tapi angka itu belum termasuk alokasi anggaran untuk kementerian dan lembaga. Artinya tetap ada pasokan uang beredar di masyarakat melalui bantuan-bantuan sosial.
Menteri keuangan, Sri Mulyani, berharap penganggaran dana PEN yang sudah lebih dilakukan lebih dahulu bisa memaksimalkan penyerapannya, tidak seperti di tahun 2020 yang penyerapannya masih jauh di bawah target.
Tambahkan Komentar