RT - readtimes.id

Digitalisasi, Senjata BUMDes Lawan Corona

Readtimes.id – Pandemi covid-19 menghantam hampir semua sektor, tak terkecuali Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Sebelum corona menyerang, ada 51 ribu BUMDes terbentuk dari 74.953 desa. 37.000 diantaranya aktif melakukan transkasi ekonomi.

Data terakhir Kementerian Desa Tertinggal menyebutkan kini tinggal 10.629 BUMDes yang masih bertahan, meski dalam keadaan tertatih-tatih.

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Abdul Halim Iskandar mengatakan mereka yang masih bertahan adalah BUMDes yang didirikan atas inisiatif masyarakat yang melakukan telaah ekonomi dan kebutuhan pasar, bukan program pemerintah.

Maka pekerjaan berat Kemendes PDTT kedepan adalah mengawal agar 10 ribu BUMDes itu tetap bertahan hingga pandemi usai. Tahun 2021, pemerintak mengalokasikan APBN untuk dana desa sebesar 72 trilliun, naik dari tahun lalu sebesar 71.2 trilliun.

Alokasi dana desa itu akan fokus pada 3 hal, diantaranya, Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sesuai kewenangan desa meliputi pembentukan, pengembangan, dan revitalisasi Badan Usaha Milik Desa (BUMdes) dan BUMdes Bersama.

Revitalisasi BUMDes yang dimaksud salah satunya adalah digitalisasi. Wacana ini memang jadi target Kemendes sejak pandemi, mengingat mayoritas UMKM urban juga bertransformasi ke era digital. Wacananya cukup menarik. Selain mencegah penyebaran virus, digitalisasi BUMDes juga memutus mata rantai transkasi yang terlalu panjang yang membuat harga produk terlalu tinggi di konsumen akhir.

Tapi, tantangan berat BUMDes untuk memasuki era digital adalah jaringan telekomunikasi terutama internet yang belum merata di seluruh Indonesia. Dari data Badan Pusat Statistik (BPS), indek pembangunan teknologi informasi tahun 2016 4.34, dan meningkat sedikit di tahun-tahun setelahnya yakni 4.99 di tahun 2017, 5.07 di tahun 2018, dan 5.32 di tahun 2019.

Angka-angka itu disusun dan diakumulasi dari sejumlah indikator. Indikator yang relatif kuat yang indeksnya mendekati 10 adalah pelanggan telepon dan pelanggan internet broadband tanpa kabel per 100 penduduk.

Indikator lainnya masih lemah atau indeksnya kurang dari 3 diantaranya persentase rumah tangga yang menguasai komputer, persentase penduduk yang menggunakan internet, pelanggan intermet broadband tetap kabel per 100 penduduk. Sementara salah satu kunci BUMDes bisa beradaptasi ke digital adalah infrastruktur inetrnet dan kemampuan masayarakat menggunakannya.

Data BPS itu juga mengungkap daerah dengan Indeks TIK paling rendah yakni Papua, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat, Maluku Utara, Nusa Tenggara Barat, Aceh, dan Lampung, atau mayoritas daerah timur Indonesia.





Ona Mariani

2 Komentar

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: