Readtimes.id – Pandemi Covid 19 belum teratasi, tiba-tiba terjadi lonjakan harga kedelai. Jika kita memperhatikan data-data, seharusnya membuat kita lebih waspada terkait kenaikan harga kedelai ini. Ketika harga kedelai impor mengalami lonjakan harga, keluhan pun muncul dari pelaku industri yang berbahan baku kedelai. Pengrajin tempe dan tahu sempat memutuskan berhenti berproduksi selama beberapa hari.
Kenaikan harga lebih dipengaruhi gejolak harga internasional, dengan kenaikan 4,42 persen. Kementrian perdagangan memastikan ketersediaan kedelai impor tetap mencukupi, dan terus memantau perkembangan harga kedelai dunia. Selain itu harga kedelai, tahu dan tempe akan terus dievaluasi. Memastikan harga kedelai tingkat pengrajin tahu dan tempe dipasar pada tingkat yang wajar.
Kementrian pertanian telah menyiapkan beberapa langkah untuk mengatasi permasalahan kedelai diantaranya intensifikasi lahan kedelai, dimana target 325 ribu hektare lahan akan ditanami kedelai. Selain itu pemberian insentif bagi petani kedelai, dan mengajukan impor kedelai sebanyak 2,6 juta ton tahun 2021 ini, untuk memenuhi kebutuhan konsumsi kedelai domestik yang diperkirakan kebutuhanya sebanyak 3 juta ton per tahun.
Keputusan impor kedelai bagai memakan buah simalakama. Meski kebutuhan dalam negeri terpenuhi, namun terjadi persaingan antara harga produk lokal dengan produk impor. Membanjirnya produk kedelai impor dipasaran, membuat kedelai hasil petani dalam negeri semakin terpinggirkan. Penurunan luas panen dan produksi dibiarkan terus berlanjut. Sehingga wajar ketika Indonesia akan semakin ketergantungan pada produk kedelai impor.
Kedelai bukan sekedar untuk keperluan konsumsi secara langsung oleh masyarakat. Sekitar 96 persen dari total konsumsi digunakan sebagai bahan baku industri, utamanya industri skala mikro dan kecil. Kebutuhan komoditas kedelai di tahun 2017 adalah 3,10 juta ton, sekitar 2,6 juta ton adalah kebutuhan industri skala mikro dan kecil.
Menariknya, olahan kedelai yaitu tahu dan tempe, makanan yang banyak di konsumsi oleh masyarakat terutama masyarakat menengah kebawah. Hasil survei Sosial Ekonomi Nasional pada Maret 2020, menyatakan bahwa tahu dan tempe termasuk dalam komoditas yang memberi sumbangan besar terhadap garis kemiskinan, utamanya di daerah perkotaan. Seperti diketahui bahwa tahu dan tempe adalah protein alternatif untuk menggantikan daging sapi, daging ayam, atau ikan.
Kepala Bidang Perdagangan dalam Negeri A. Aldiana S.E mengatakan, akibat kenaikan harga kedelai, para pengrajin tahu dan tempe memutuskan untuk mengurangi ukuran tahu dan tempe untuk dijual. Meski secara kasat mata tidak ada kenaikan harga, namun hakikatnya terjadi kenaikan harga.
“Kami telah melakukan pemantauan harga di pasar. Harga tahu dan tempe dipasar semua harga sama. Namun ada beberapa yang kami dapat, ukuran tahu dan tempe diperkecil,” ujarnya kepada Readtimes.id Kamis 18 Februari 2021.
Kementrian Perdagangan memprediksi harga kacang kedelai dunia masih menguat hingga Mei 2021. Harga kedelai diharapkan kembali normal pada Juni setelah negara importir melanjutkan produksi. Harga kedelai saat ini USD 13 per bushel. Ini harga tertinggi dalam enam tahun terakhir.
Tambahkan Komentar