
Readtimes.id- Farida (43) sebagai seorang petani di Takalar Sulawesi Selatan. Saat itu belum waktunya memanen hasil kebun, sehingga kebutuhan sehari-harinya tidak terpenuhi. Hal ini mengharuskan untuk meminjam lewat pinjaman online. Setelah membuka facebook, muncullah beberapa iklan aplikasi pinjaman online. Akhirnya terlintas dipikirannya untuk mencoba. Alhasil mendapatkan pinjaman sebesar Rp 1 juta dan yang berhasil diterima sisa Rp 760 ribu.
Saat seseorang terdesak kebutuhan dana dan tidak ada solusi lain, seperti yang dialami Farida. Penawaran dana pinjaman online begitu menggiurkan. Sebab persyaratan pengajuannya mudah dan sangat cepat pencairannya. Hal inilah yang membuat banyak orang tanpa memikirkan risikonya, sehingga langsung memutuskan untuk mengajukan pinjamannya melalui fintech (rentenir online) atau aplikasi pinjaman online. Iming-iming bunga rendah hanya 1% perhari. Padahal jika dihitung dengan cermat, bunganya sangat mencekik leher.
Prosesnya mudah, cukup dengan menunjukkan dokumen pribadi, seperti Kartu Tanda Pengenal (KTP), Kartu Keluarga, NPWP, dan slip gaji. Hanya membutuhkan waktu 24 jam untuk pengajuan hingga pencairan dana. Kelebihan inilah yang membuat produk keuangan begitu cepat meraih hati masyarakat. Rata-rata pinjaman yang dilakukan masyarakat terhadap fintech ilegal berkisar Rp500 ribu hingga Rp 1 juta. Karena relatif kecil sehingga masyarakat cenderung mengulanginya, sehingga saat mendapatkan tagihan, masyarakat mencari pinjaman lain guna menutupi hutangnya yang lain.
Farida mengatakan pengalaman, setelah saya mencoba beberapa apalikasi, ternyata apalikasi pinjaman online yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) itu cukup sulit untuk mendapatkan pinjaman. Tetapi untuk aplikasi yang tidak terdaftar di OJK sangat mudah dan singkat prosesnya. “Cukup menggunakan KTP elektronik dan foto selfi sambil memegang KTP. Begitu pun dengan suku bunga, jika aplikasi terdaftar di OJK bunganya tidak terlalu tinggi hanya 0,8% tetapi apabila yang belum terdaftar di OJK bunganya higga 1,5% per hari,” ujarnya kepada readtimes saat dihubungi via Watshapp, Senin 22 Februari 2021.
Dibalik kemudahan, juga memiliki satu hal yang perlu diperhatikan, seperti saat melakukan pembayaran, perlu kehati-hatian jika salah satu nomor berbeda atau salah, maka kredit tidak terbayarkan dan uang yang di transfer tidak bisa dikembalikan oleh pihak bank untuk ATM yang di pakai transaksi. Bila tidak melunasi pinjaman atau mengalami keterlambatan banyak konsekuensi yang akan diterima. Denda serta beban bunga yang terus menumpuk, dan kejaran debt collector yang mengganggu kehidupan pribadi. Selain itu, akan masuk dalam blacklist SLIK OJK.
“Kita harus selektif dalam memilih pinjaman dana online, apakah sudah terdaftar di OJK atau belum. Ketika pembayaran menunggak, akan diberikan kebijakan dengan penambahan bunga sebesar 0,2%. Begitupun sebaliknya, keterlambatan pembayaran pada pinjaman online yang tidak terdaftar di OJK bisa fatal. Dept collector pun menebar ancaman, dengan menghubungi sejumlah orang didaftar kontak telpon selular si peminjam. Penagih menelpon dan mengirim pesan kepada si peminjam dengan kata-kata kasar dan tidak beretika,” jelasnya.
Sebaiknya masyarakat jangan pernah tergoda dengan iming-iming proses pencairan kredit dengan cepat dan bunga yang rendah. Sebab itu hanya janji belaka. Penyalahgunaan data juga sering dimanfaatkan oleh oknum fintech ilegal dalam melakukan penagihan dengan cara yang tidak benar.
Agar masyarakat tidak mudah tertipu, lembaga terkait OJK telah merilis daftar panjang perusahaan pinjaman online yang beroperasi di Indonesia secara ilegal. Tahun 2019, jumlah aplikasi pinjaman online terlarang yang dibekukan selama 2018 yaitu sebanyak 404 perusahaan. Beragam cara aplikasi pinjaman online menyasar calon nasabahnya. Memalui akses internet hingga pelosok dan pertumbuhan kepemilikan telepon selular yang naik terus tiap tahunnya. Perusahaan-perusahaan gelap itu memasarkan tawaran pinjaman melalui iklan diberbagai media dan situs resmi.
Maka bijaklah dalam memilih aplikasi pinjaman online.
Tambahkan Komentar