Readtimes.id– Kelapa sawit merupakan satu komoditas perkebunan yang memiliki peran strategis dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Sebagai penghasil kelapa sawit terbesar di dunia, industri ini telah menyediakan lapangan pekerjaan sebesar 16 juta tenaga kerja baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pernyataan industri kelapa sawit dalam pembangunan ekonomi Indonesia nyatanya tidak nampak pada film dokumenter yang dipublikasikan TURC Channel pada tanggal 17 Agustus 2021.
Sejatinya film dokumenter bertajuk “Daur Hidup Buruh Sawit” ini telah merangkum apa yang akan diceritakan di dalamnya. Kehidupan yang berulang setiap harinya oleh para buruh yang bekerja di perkebunan kelapa sawit.
Film ini memotret kehidupan keluarga Yayan dan Yanti sebagai buruh kelapa sawit di Kalimantan. Mereka berdua bermukim di perumahan para buruh yang disediakan perusahaan. Akan tetapi, kehidupan yang didapatkan tak sebanding dengan apa yang diharapkan.
Pertama, ketersediaan listrik diberikan dengan berkala. Listrik akan dihidupkan dengan genset setiap pukul 04.00 dan akan dihidupkan kembali pada pukul 18.00 hingga 21.00 Wita.
Pada waktu tersebut para buruh harus bangun untuk memulai hari, tak terkecuali Yanti dan suaminya. Pada waktu tersebut mereka harus mempersiapkan segalanya, sebab hanya di waktu itu listrik mengaliri rumah mereka sebelum akhirnya dihentikan ketika tiba waktunya pergi bekerja. Di sini Yanti sebagai seorang istri lebih dulu bekerja dengan mengerjakan pekerjaan domestik sebelum berangkat ke perkebunan.
Setelah beres dengan pekerjaan rumah Yayan dan Yanti bergegas ke perkebunan dengan egrek, ancak, ember, gancu, dan karung untuk segera melaksanakan tugas mereka. Secara status Yayan telah diangkat menjadi pekerja tetap sementara Yanti masih berstatus BHL (Buruh Harian Lepas) sebagai pembrondol atau orang yang memungut kelapa sawit.
Perbedaan status mereka sama halnya dengan upah yang diberikan. Sebagai pembrondol, Yanti diupah berdasarkan jumlah ember yang dikalikan dengan berat rata-rata per ember dengan satuan kilogram. Khusus upah pembrondol tidak dibayar perharinya melainkan perbulan yang ditentukan perusahaan. Pada kasus lain, gaji mereka pernah dicicil, pernah juga tidak dibayar. Pun, Tunjangan Hari Raya (THR) pernah tak dibayarkan. Sehingga saat Hari Raya Idul Fitri, mereka terpaksa merayakannya dengan pilu bersama buruh-buruh sawit lainnya.
Belum lagi, Yanti harus menanggung resiko yang besar sebab tidak memiliki pelindung diri. Walaupun disediakan oleh perusahaan, para buruh harus membelinya. Selain itu, pelayanan kesehatan terbilang tidak memadai karena stok obat-obatan dan peralatan yang disediakan tidak lengkap. Sehingga mereka yang mengalami kecelakaan kerja harus dirujuk ke rumah sakit besar dengan melewati medan jalan yang tergolong buruk.
Di penghujung film ‘Daur Hidup Buruh Sawit” memberitakan tentang siklus hidup para buruh yang sungguh jauh dari harapan yang dijanjikan. Cerita Yanti dan Yayan bukan tidak mungkin dirasakan oleh buruh lainnya di Indonesia.
Disutradarai oleh Wean Guspa Upadhi, film dokumenter ini bisa kamu saksikan di Youtube Channel TURC sebagai gambaran bagaimana buruh di Indonesia bekerja.
Selamat menyaksikan.
Editor: Ramdha Mawaddha
Tambahkan Komentar