Readtimes.id– Perang antara Rusia dan Ukraina selain berdampak pada sektor minyak dan gas (migas) rupanya juga bisa menyebabkan beban triliunan rupiah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) meningkat dan melemahnya nilai tukar rupiah.
Organisasi LAB 45 melakukan riset terhadap dampak dari perang Rusia dan Ukraina ini. LAB 45 merupakan lembaga kajian yang ingin menyelaraskan antara ilmu pengetahuan dan praktik empiris di bidang peramalan strategis.
Hasil riset dari LAB 45 menemukan selain harga minyak global akan turut naik setelah Rusia melakukan agresi ke Ukraina, lembaga ini juga menemukan perang yang terjadi ini berpotensi melemahkan nilai tukar rupiah.
Hal tersebut disebabkan oleh ancaman dikeluarkannya Rusia dari sistem pembayaran global Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication (SWIFT) atau jaringan telekomunikasi keuangan antar bank seluruh dunia, sehingga berdampak pada penarikan dana Rusia.
“Apabila kondisi tersebut berlanjut, jumlah subsidi BBM 2022 berpotensi mencapai Rp17,77 triliun atau naik sekitar Rp6,47 triliun dibandingkan target APBN 2022,” demikian jelas riset tersebut.
Pengamat Ekonomi Energi dan Pertambangan Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi juga menjelaskan dampak yang sama. Serangan militer Rusia terhadap Ukraina menyulut meroketnya harga minyak dunia hingga mencapai tertinggi sebesar US $ 105 per barel. Sebagai negara net importer, membumbungnya harga minyak itu justru merugikan dan memperberat beban APBN.
Fahmy mengatakan dalam kondisi tersebut, Pemerintah dinilai tidak cukup hanya memantau perkembangan, tetapi harus mengantisipasi dan membuat proyeksi harga minyak yang menjadi dasar dalam mengambil keputusan terkait harga bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri.
“Jika harga BBM tidak dinaikkan, Pertamina harus menjual BBM di bawah harga keekonomian, yang berpotensi menanggung beban kerugian. Namun, beban kerugian Pertamina tersebut diganti oleh pemerintah dalam bentuk dana kompensasi. Kenaikan harga minyak dunia tidak begitu berdampak terhadap Pertamina, tetapi akan memperberat beban APBN,” jelas Fahmy
Menurut Fahmy, untuk mengurangi beban APBN, Pemerintah harus memutuskan kebijakan terhadap harga BBM. Kebijakan itu berupa menaikkan harga Pertamax sesuai harga pasar, menghapus Premium yang bersubsidi content tinggi, dan tidak menaikan harga Pertalite dengan mengalihkan subsidi Premium sehingga harga Pertalite tidak dinaikkan.
Kenaikan harga Pertalite menurut Fahmy akan memicu efek domino terhadap naiknya inflasi dan menurunkan daya beli masyarakat. Pasalnya jumlah konsumen BBM terbilang cukup besar dengan proporsi mencapai 63 persen.
Selain itu, pemerintah perlu memerhatikan Indonesian Crude Price (ICP). ICP adalah harga patokan minyak mentah Indonesia yang digunakan dalam penghitungan bagi hasil dalam Kontrak Kerja Sama dan dasar perhitungan penjualan minyak mentah.
Fahmy mengatakan pemerintah perlu membuat penyesuaian ICP secara proporsional yang disesuaikan dengan perkembangan harga minyak dunia untuk mencegah dampak-dampak yang akan ditimbulkan dari kenaikan minyak.
1 Komentar