RT - readtimes.id

Proyek Lumbung Pangan dan Strategi Pemulihan Ekonomi

Readtimes.id- Mimpi besar Indonesia dalam mewujudkan ketahanan pangan melalui pembangunan Food Estate dengan melibatkan berbagai kementrian. Konsep food estate sebenarnya menekankan pada pengembangan pangan terintegrasi yang mencakup pertanian, perkebunan, hortikultura dan peternakan dalam satu kawasan.

Food Estate atau lumbung pangan baru, dari tahun lalu diluncurkan sebagai strategi pemulihan ekonomi. Penduduk Indonesia diperkirakan sekitar 270 juta jiwa. Dimasa krisis pendemi Covid-19 diperlukan pangan yang cukup, dengan proyek lumbung pangan ini bisa mengurangi impor pangan di Indonesia. Data Badan Pusat Statstika (BPS) tahun 2020, produksi padi di Indonesia cukup tinggi yaitu kurang lebih 55,16 juta ton gabah kering giling setara dengan 31,6 juta ton beras.

Pakar Pertanian Universitas Hasanuddin, Dr. Ir. Abd. Haris Bahrun, M.Si mengatakan, ada trend peningkatan produksi padi dari 2019 yaitu kurang lebih 1,02 persen. Ini pun dinilai belum cukup untuk mengamankan pangan nasional sehingga perlu ada ekstensifikasi sawah atau perluasan sawah. Program pemerintah yaitu lumbung pangan food estate tahap pertama pada dua provinsi yaitu Kalimantan Tengah dan Sumatera Utara.

“Selain itu Presiden Jokowi juga meresmikan itu di Nusa Tenggara Timur kurang lebih 5.000 hektar. Saya rasa masih perlu juga ditambah karena target itu kurang dari target yang sudah ditetapkan oleh pemerintah, yaitu lebih dari 200.000 hektar. Seperti di kalimantan sementara luas lahan yang digunakan sekitar 165.000 hektar. Lahan yang siapkan dalam pengembangan lumbung pangan atau food estate akan dibuka secara bertahap, tidak sekaligus karena mengingat resiko lingkungan. Pembukaan lahan mulai 20.000 hektar secara bertahap sehingga beberapa tahun kedepan akhirnya mungkin lahan yang ditargetkan itu bisa di gunakan semua,” ujarnya kepada readtimes.id, Jumat, 26 Februari 2021.

Sebelumnya terdapat program cetak sawah, perbedaan antara cetak sawah dengan food estate dapat lihat dari luas lahannya. Cetak sawah dengan melakukan spot-spot di lahan pertanian disetiap kabupaten, sedangkan program pengembangan lumbung pangan memerlukan lahan yang luas sekitar 20.000 hektar hingga ratusan hektar sesuai yang ditargetkan pemerintah.

Proyek lumbung pangan semacam hamparan yang begitu luas, sehingga ada skala ekonomi yang bisa diukur. Tahun ini, yang lagi berjalan di Kalimantan Tengah, Sumatera Utara dan NTT dengan pengembangan atau budidaya komoditi yang berbeda. Pengembangan komoditi tergantung apa yang paling dominan di daerah tersebut, seperti padi, jagung, singkong. Misalnya di Sumatera Barat lebih kepada budidaya kentang, bawang putih dan bawang merah.

Bertujuan dalam pemenuhan pangan nasional dan mengantisipasi adanya krisis pangan nasional dan dunia. Jangan sampai suatu waktu negara-negara lain juga membutuhkan pangan. Melihat, persoalan iklim tidak ada yang bisa memprediksinya. Seperti masalah kedelai, negara lain yang bermasalah namun Indonesia yang terkena dampaknya. Padahal lahan yang ada di Indonesia ini cukup luas. Selain itu, sebagai bentuk antisipasi dimasa pendemi, masyarakat yang turun ke sawah terbatas dengan transportasi dan perubahan iklim, serta ketergantungan Indonesia terhadap impor.

Keberhasilan proyek food estate dinilai akan meningatkan kesejahteraan masyarakat. Bergabungnya bebarapa instansi kementrian seperti Kementrian PUPR dan kementrian pertahanan. Agar tetap memperhatikan lingkungan dan perlu dijaga sebab dibeberapa daerah seperti di Kalimantan eks lahan gambut, sehingga perlu dikontrol airnya.

Dengan program sejuta lahan gambut di Kalimantan tengah. Kunci dari budidaya tanaman adalah tingkat produktivitasnya. Penentu produksi adalah dengan melakukan pemilihan bibit unggul, pengelolaan tanah yang baik, pemupukan yang tepat, pengendalian hama dan penyakit, serta pengairan yang baik. Lalu perlu perhatian pasca panen serta pemasaran hasilnya.

Ona Mariani

Tambahkan Komentar

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: