RT - readtimes.id

Ramai Penolakan Pajak Sembako

Readtimes.id— Wacana kebijakan pajak pajak pertambahan nilai (PPN) untuk sebagian sembako nampaknya menuai banyak penolakan. 

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Rusli Abdullah menyatakan tidak sepakat dengan wacana PPN Sembako. Menurutnya, kebijakan ini  kurang tepat karena dirancang di tengah krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19. 

Rusli pun memperkirakan dampaknya tetap akan memberatkan masyarakat meski nantinya diterapkan pada saat ekonomi mulai pulih. 

“Takutnya sih ada inflasi. Masyarakat tertekan dengan situasi saat ini, ditambah lagi pajak sembako,” ungkapnya. 

Rusli menyarankan, pemerintah lebih baik melakukan formalisasi pada sektor pertanian dan perdagangan ketimbang harus menambah beban masyarakat dengan memungut PPN sembako. 

“Jika ingin menarik pajak yang mencakup semua kalangan, lebih baik dahulukan kebijakan yang bisa membuat mereka memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP), sehingga rasio kepatuhan pun ikut terangkat”. 

Sejalan dengan hal tersebut, anggota DPR Fraksi Demokrat, Marwan Cik Asan juga menolak PPN Sembako. Marwan menilai pungutan PPN atas sembako merupakan bentuk pengkhianatan kepada rakyat. 

“Kebijakan ini adalah bentuk pengkhianatan kepada rakyat, mangapa tidak cari terobosan lain yang sekiranya tidak akan menyusahkan rakyat,” ungkapnya. 

Marwan mendorong pemerintah untuk lebih kreatif dan inovatif untuk mencari sumber objek pajak dalam peningkatan penerimaan negara yang tidak memberatkan masyarakat. 

“Contohnya bisa pajak perusahaan digital. Ini berpeluang jadi sumber perpajakan baru, sekarang  kan zaman serba transaksi elektronik nah ini Boleh kita pajak”. 

Marwan menilai masyarakat tidak bisa terus menerus diberi beban pajak, apalagi pada sektor sembako. Alasannya karena di masa sulit ini sejatinya sembako harus dibagi-bagi, bukan malah dikenai pajak. 

Sementara itu, Direktur Institute For Demographic and Poverty Studies, Yusuf Wibisono mengungkapkan bahwa kondisi keuangan negara yang sangat berat, upaya meningkatkan penerimaan pajak adalah positif untuk menurunkan ketergantungan pada utang. Meski demikian ia tetap tidak sepakat dengan Pajak Sembako. 

“menurut saya wacana pajak sembako ini adalah respon kebijakan yang tidak tepat, cenderung kalap,” ungkapnya 

Menurut Yusuf potensi penerimaan dari pajak sembako ini terlihat tidak akan besar, Karena menurutnya Pajak sembako ini hanya akan dikenakan pada produk premium seperti beras basmati atau daging sapi wagyu, tentu basis pajaknya terbatas.

Selanjutnya, potensi dampak negatifnya besar, efek psikologis terhadap harga sembako non premium. Pajak sembako premium dipastikan akan meningkat harganya, kenaikan harga sembako premium berpotensi besar akan mengerek harga sembako non premium. Terlebih lagi jika dalam implementasinya terjadi salah sasaran dalam kebijakan ini, seperti sembako kualitas medium ikut terkena pajak. 

“Dengan kata lain, antara cost dan benefit dari pajak sembako ini sangat tidak m sepadan,” jelasnya

Yusuf mengatakan Jika tujuan pemerintah adalah meningkatkan penerimaan pajak tidak langsung, yaitu PPN, sebenarnya masih banyak sekali objek pajak yg selama ini potensinya belum tergali optimal.  Misalnya, pajak perkebunan, terutama kelapa sawit, banyak perkebunan kelapa sawit yang belum tercatat dan karenanya tdk membayar pajak. 

Demikian pula dengan pertambangan, seperti batu bara. 

“Dari kedua sektor ini saja, perkebunan dan pertambangan, jika benar dioptimalkan, akan sangat signifikan meningkatkan penerimaan perpajakan,” ungkapnya 

Rencana pengenaan pajak sembako tertuang dalam perluasan objek PPN yang diatur dalam revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). 

Dalam draf rancangan aturan tersebut, barang kebutuhan pokok dihapus dalam kelompok jenis barang yang tidak dikenakan PPN. Itu berarti, barang pokok akan dikenakan PPN. 

Barang pokok yang tidak dikenakan PPN sebelumnya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 116/PMK.010/2017. Barang pokok yang dimaksud, seperti beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam konsumsi, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, ubi-ubian, bumbu-bumbuan, dan gula konsumsi.

I Luh Devi Sania

Tambahkan Komentar

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: