Readtimes.id—Wacana kebijakan pertambahan nilai (PPN) atas barang kebutuhan pokok alias sembako kini tengah dibahas Menteri Keuangan Sri Mulyani bersama Komisi XI DPR RI.
Pajak sembako rencananya hanya akan menyasar komoditas tertentu yang dikonsumsi masyarakat berpenghasilan tinggi. Pemerintah akan membuat sejumlah kriteria dan tarifnya bisa lebih rendah dari PPN pada umumnya.
Lantas, seberapa besar potensi penerimaan dari PPN sembako tersebut?
Kepala Center of Innovation and Digital Economy (INDEF) Nailul Huda mengatakan, kebijakan pajak sembako perlu ditinjau kembali sebab menyangkut hidup masyarakat luas.
“Jadi seharusnya kebijakan pajak sembako ini ditinjau ulang. Alasannya adalah sembako ini merupakan urusan hidup masyarakat luas terutama masyarakat kelas menangah ke bawah. Kontribusi sembako dalam inflasi pun besar,” jelasnya.
Menurutnya jika PPN Sembako ini diberlakukan, potensi pemerimaan negara cukup besar karena sembako dan pendidikan yang juga diwacanakan dikenai PPN adalah sektor yang lekat dengan masyarakat.
“Kalau ngomongin potensinya ya sangat besar. Saat ini siapa sih yang enggak konsumsi pendidikan dan sembako. Semua orang mengkonsumsinya,” ungkapnya.
Ia juga menerangkan kebijakan ini memang bisa berpotensi untuk menambah penerimaan negara yang melorot, namun di sisi lain belanja tetap meningkat.
“Makanya mereka (pemerintah) mengincar sektor yang berpotensi mendatangkan pemasukan bagi negara. Seperti sembako dan pendidikan ini,” jelasnya.
Dampak dari kenaikan PPN ini tetap diwanti-wanti bagi perekonomian masyarakat. Sebab, pungutan PPN sembako riskan mengerek harga dan bisa berujung pada inflasi hingga garis kemiskinan.
“Kalau ada PPN, harga sembako naik maka inflasi pun bisa ikutan naik. Daya beli masyarakat, terutama kelas menengah bawah akan turun. Dampaknya bisa menaikkan tingkat kemiskinan,” pungkasnya.
5 Komentar