RT - readtimes.id

Di Balik Kritik Karya Layar Lebar

Readtimes.id– Seperti sebuah karya terpajang di dinding ruangan museum, ada sejuta mata yang menyaksikan dengan masing-masing penilaian di dalam kepala. Ketika diungkapkan, akan ada perbedaan dalam melihat karya tersebut.

Kira-kira begitulah sebuah film bermuara pada penontonnya. Bermula di dasar sebelum akhirnya mengumumkan jadwal tayangnya, mereka yang gemar menonton tentu akan menyisipkan nominal agar bisa menikmatinya.

Memilih film seperti memilih baju di toko pakaian bukan? Bisa dari betuk, warna, harga, bermacam-macam. Memutuskan film apa yang akan ditonton juga demikian. Bisa jadi karena aktornya, sutradara yang menggarap, rumah produksi dan kemungkinan lainnya.

Sekali pun sebuah film dikabarkan memiliki penilaian buruk atau kritik terbanyak yang dipublikasikan media, tidak selalu menjadi ukuran bahwa sebuah film akan tidak laku.  Sebab, memilih menonton film sama dengan memilih baju di toko pakaian, semuanya subjektif.

Beberapa film memiliki rating rendah namun cukup besar meraup keuntungan. Film ‘Batman V Superman: Dawn of Justice’ dan ‘Film Eat Pray Love’ adalah seculi film dengan kritik besar namun meraup keuntungan cukup fantastis.

‘Batman v Superman: Dawn of Justice’ dengan perkiraan bujet sekitar  250 juta US$ berhasil meraup keuntungan sebesar US$ 873,6 juta dari box office global. Kemudian Eat Pray Love yang dibintangi Julia Roberts berhasil mendapatkan box office global sebesar US$ 204 juta dengan bujet sebesar US$ 60 juta.

Bukan hanya soal kritik atau review, basis penggemar juga menjadi alasan paling kuat sebuah film tetap bisa dikatakan berhasil. Tidak peduli seberapa buruk ulasan sebuah film, penggemar sungguh tidak peduli bahkan menganggap hanya angin lalu. Keberadaan idola di poster yang terpajang di papan iklan cukup menjadi alasan mengapa mereka ingin menonton film tersebut.

Kritik film sejatinya bisa dipandang sebagai hal yang lebih membangun. Itu perlu kepada pembuat film atau mereka yang bergelut di layar lebar. Selayaknya kritik, tentu memiliki pesan positif yang bisa jadi acuan untuk memperbaiki sebuah karya selanjutnya.

“Kritik film itu dilahirkan dari perasaan dan didewasakan oleh pengetahuan,” ungkap
kritikus film Adrian Jonathan dalam wawancara berasama Studio Antelope.

Film tidak hanya soal cerita, eksekusi dan selesai lalu dipromosikan. Lebih dari itu, film bisa jadi alat untuk melihat realita yang terjadi di sekitar. Apresiasi itu penting namun kritik juga tidak kalah penting, sebab ialah gambaran  komunikasi antara  pembuat dan penontonnya.

Editor: Ramdha Mawaddha

Ayu Ambarwati

Tambahkan Komentar

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: