RT - readtimes.id

Sinetron Zahra dan Polemik Pernikahan Dini

ReadTimes.id– Tayangan sinetron di televisi sudah menjadi konsumsi masyarakat Indonesia. Stasiun televisi kemudian berlomba-lomba memproduksi tontonan dengan begitu yakin dengan tayangan berkualitas untuk pemirsa di rumah. Semakin banyak yang nonton maka semakin tinggi pula rating yang diperoleh, tentu saja pundi-pundi hasil iklan akan mengalir juga.

Alih-alih menghadirkan tayangan berkualitas, tayangan sinetron kini menjadi polemik tak kunjung tuntas. Pada awal Juni 2021 warganet kembali ribut. Polemik Sinetron Suara Hati Istri menimbulkan banyak kritik dari berbagai kalangan. Tidak hanya ditujukan kepada stasiun TV yang namun juga untuk KPI (Komisi Penyiaran Indonesia).

Sinetron Suara Hati Istri

Sinetron Suara Hati Istri menghadirkan karakter pria (39 tahun) bernama pak Tirta yang menikahi remaja perempuan (17 tahun) bernama Zahra. Pak Tirta adalah pria beristri dua yang kemudian jatuh hati pada remaja perempuan yang masih SMA. Untuk segera menikahi Zahra, Pak Tirta melakukan segala tipu daya muslihat agar Zahra bisa dinikahi.

Pada akhirnya dalam kisah sinetron ini, mereka menikah dan cukup membuat sebagian warganet menjadi baper. Pernikahan dalam sinetron inilah yang menjadi kritik warga net karena dipandang melanggengkan pernikahan anak serta adanya potensi eksploitasi ekonomi dan seksual dari adegan yang ditayangkan.

Apalagi, pemeran yang memerankan Zahra adalah remaja berusia 15 tahun dan memerankan remaja berusia 17 tahun.Dari sisi usia, sinetron ini sudah tidak sejalan dengan semangat perlindungan anak serta penghapusan perkawinan anak yang tercantum dalam undang-undang.

Pada Undang-Undang Pernikahan Nomor 16 Tahun 2019 misalnya, sudah sangat jelas dituliskan bahwa usia legal pernikahan untuk perempuan dan laki-laki adalah 19 tahun.

Selain itu dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 pasal 72 tentang Ketenagakerjaan mengatur tentang tempat kerja anak yang harus terpisah dengan orang dewasa. Namun, dalam Suara Hati Istri, pemeran remaja dan dewasa bahkan dipertemukan dalam banyak adegan sebagai pasangan suami istri dan beradu peran di lokasi yang sama.

Apalagi perlu diingat  dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak menyatakan bahwa kategori usia anak adalah sampai 18 tahun. Jadi tak heran berbagai kritik bermunculan terutama untuk KPI yang mendapat desakan publik agar stasiun tv bersangkutan mengganti pemeran Zahra.

Pertanyaan selanjutnya, apakah itu menjadi sebuah solusi dari perkara sinetron yang katanya mewakili suara hati seorang istri ini? Silakan suarakan pendapat kalian di kolom komentar.

Ayu Ambarwati

Tambahkan Komentar

Follow Kami

Jangan biarkan infomasi penting dan mendalam dari kami terlewatkan! Ikuti sosmed kami: