Readtimes.id-Di negara plural seperti Indonesia memiliki banyak hari raya yang berasal dari setiap agama yang ada. Pada tanggal 26 Mei 2021 kemarin, penganut Buddha telah merayakan hari raya waisak. Ucapan demi ucapan dibagikan untuk mereka yang merayakan. Walau perayaan waisak tahun ini agak berbeda dengan tahun tahun sebelumnya akibat pandemi yang tak kunjung mereda.
Dengan tetap mematuhi protokol kesehatan, para jemaat tetap melaksanakan ibadah secara khusuk. Memanjatkan harapan-harapan baik yang semoga segera dikabulkan.
Pada perayaan hari waisak umat Buddha memperingati kelahiran, pencerahan, dan kematian Buddha. Melakukan hal baik pada hari raya waisak juga menjadi penting untuk diterapkan oleh umat Buddha. Salah satu perbuatan baik adalah dengan menjadi vegetarian atau tidak mengonsumsi makanan selain daripada golongan nabati.
Filosofi dari menjadi vegetarian selama bulan waisak adalah sebuah bentuk kasih sayang dan cinta kasih kepada hewan. Dalam hal ini ketika mengonsumsi daging hewan artinya telah melewati proses penyembelihan. Proses penyembelihan dipandang sebagai bentuk penyiksaan kepada hewan yang tidak bersalah.
Hidangan vegetarian yang bisa dijumpai pada perayaan Hari Waisak adalah Gado-gado. Ya, the local salad from Indonesia alias salad khas Indonesia. Asal-usul penamaan gado-gado sampai hari ini memang masih menjadi teka-teki. Namun, sebagian berkeyakinan bahwa makanan yang terdiri dari sayuran itu adalah hasil modifikasi antara pecel Jawa dan budaya Tionghoa yang disukai oleh Belanda.
Gado-gado adalah makanan khas indonesia yang terdiri dari beberapa jenis sayuran seperti kangkung, tauge, kubis, kacang panjang dan jagung dengan tambahan tempe dan tahu goreng plus lontong. Sebagai sentuhan akhir salad lokal ini akan diguyur saus kacang. Soal rasa tidak usah diragukan lagi.
Selain gado-gado, ada lumpia dengan isian sayur. Makanan dari kota Semarang ini memiliki cerita yang cukup unik sebab lumpia tercipta dari cinta. Lumpia adalah perpaduan Tionghoa dan Indonesia.
Tjao Thay Yoe dari Provinsi Fu Kien mengunjungi Semarang sekitar tahun 1800 dengan tujuan mengadu nasib di Nusantara. Ia menjalankan usaha jajanan sejenis martabak khas Cina. Ia kemudian menikah dengan pribumi bernama Wasi. Mereka berkolaborasi menciptakan makanan yang kini telah tersaji di meja makan keluarga Indonesia baik hari biasa maupun di hari raya.
Namo Buddhaya (Selamat hari raya waisak)
5 Komentar